Didiagnosis diabetes mellitus tipe 2 (DM2) empat tahun lalu, Aditya merasa pengetahuannya soal penyakit tersebut sangat minim. “Kalau ada informasi soal diabetes dari WA, saya baca. Kadang juga cari di Google,” ujar lelaki berusia kepala 4 ini. Namun bukannya tercerahkan, “Malah makin bingung karena satu berita dengan berita lain kadang tidak sama.”
Tak bisa dipungkiri, kadang tak ada cukup waktu untuk berdiskusi dengan dokter di ruang praktiknya, karena antrean yang mengular. Edukator diabetes sebenarnya sangat membantu, tapi sayangnya belum tentu RS tempat berobat memiliki fasilitas untuk mempertemukan kita dengan edukator. Maka, informasi dari internet sering menjadi andalan.
Di era digital ini, kita bisa mengakses berbagai informasi hanya dengan ujung jari. Sisi jeleknya, kadang kita tidak tahu mana informasi yang betul, mana yang hoaks alias bohong. Terkait diabetes, sangat berbahaya bila kita memercayai hoaks. Seperti misalnya ungkapan, “lawan gula dengan gula”. Bukannya sembuh, gula darah malah amburadul, sehingga komplikasi menyerang.
Ini pernah dialami oleh Dr. dr. Aris Wibudi, Sp.PD-KEMD, Ketua Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia (PEDI). Sekelompok pasien diabetes di tempat praktiknya di RSPAD Gatot Subroto, gula darahnya jadi tinggi, padahal biasanya bagus dan terkontrol. Selidik punya selidik, mereka mengobrol di ruang tunggu dokter. “Ternyata ada yang mengatakan, kalau mau gula darah lebih bagus lagi, makan sepuluh buah sawo dalam sehari,” ungkapnya, dalam acara sarasehan PEDI di Jakarta, Desember lalu. Indeks glikemi sawo memang rendah, tapi kalau dimakan sampai 10 butir/hari, tentu akan melonjakkan gula darah juga.
Kemudahan mendapat informasi dari internet bisa menjadi hal yang sangat bermanfaat bila kita mendapat informasi yang benar. Inilah yang ditawarkan oleh aplikasi Teman Diabetes, yang diluncurkan sejak medio 2018 dan kini telah digunakan oleh >25.000 orang.
Dalam aplikasi ini, penyandang diabetes bisa informasi akurat seputar diabetes dalam bentuka artikel. Juga ada forum di mana penyandang diabetes bisa berdiskusi dengan dokter, edukator, serta sesama penyandang, untuk mendapat informasi yang tepat. Hasil pemeriksaan gula darah pun bisa direkam secara otomatis. “Hasil pemeriksaan ini juga akan masuk ke ponsel saya, kalau saya menjadi dokter pasien tersebut,” ujar Dr. dr. Aris.
Ia melanjutkan, 90% keberhasilan dalam mengendalikan diabetes ada di tangan pasien. Karenanya, semua penyandang diabetes idealnya mendapat edukasi yang tepat dan terpercaya dari dokter, perawat, ahli gizi, atau edukator diabetes, mengenai bagaimana mengelola kadar gula darah dengan benar. “Penurunan gula darah tidak bisa instan, harus bertahap. Kalau instan, otak bisa cepat rusak akibat gangguan sarah, sehingga cepat pikun,” paparnya.
Aplikasi yang bisa diunduh di ponsel kita bisa mengisi celah kekosongan edukasi, dan menghindarkan kita mendapat informasi yang sesat. Seperti diamini oleh Aditya, “Ini akan membantu kami untuk lebih mudah mengikuti perkembangan tentang pengobatan diabetes.” (nid)
_________________________________
Ilustrasi: Designed by Freepik