Pil KB (kontrasepsi) kini tidak lagi identik dengan kaum perempuan. Dokter Bambang Prajogo dari Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, memperkenalkan pil kontrasepsi untuk laki-laki. Ia meneliti tanaman gandarusa (Justicia gendarussa) dari Papua sejak 1985 – 2013.
Riset tersebut terinspirasi penelitian etnografis yang dilakukan Prof. Muso di Papua, yang menemukan bahwa warga pedesaan biasa membuat teh dari tanaman gandarusa, untuk mengurangi kesuburan pada laki-laki.
Pil KB pria dibuat dari ekstrak daun gandarusa. Hasil penelitian dipresentasikan di pertemuan tahunan ASA (American Society of Andrology) ke 39 di Amerika Serikat, oleh dr. Dyan Pramesti dari Unair. Penelitian fase 2 melibatkan 120 pasangan usia subur (PUS); 80 mendapat gandarusa dan 40 mendapat placebo (obat kosong) selama 108 hari. Tidak ada kehamilan pada kelompok gandarusa.
Penelitian berikutnya melibatkan 350 PUS dengan usia suami 21-40 tahun. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu (186 orang) mendapat kapsul gandarusa setiap hari, selama 30 hari. Kelompok dua (164 orang) mendapat kapsul placebo dan diminta menggunakan kondom. Dilakukan analisa semen dan protein sperma sebelum, selama dan setelah pengobatan.
Pada kelompok gandarusa, ditemukan jumlah dan pergerakan sperma normal, tapi tampak ada pita protein sperma yang hilang setelah 5 hari pengobatan. Pita protein tersebut kembali normal setelah 30 hari pengobatan dihentikan. Hasilnya dalam mencegah kehamilan sangat menjanjikan tanpa merusak kualitas dan kuantitas sperma.
Penelitian lebih jauh diperlukan untuk menentukan dosis dan periode pengobatan yang lebih akurat, serta dalam skala yang lebih besar. Penelitian mengenai pil kontrasepsi untuk lelaki sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu di berbagai negara, tapi sejauh ini selalu gagal karena umumnya berbasis hormonal; yang membuat fungsi seksual bisa terganggu. Pil gandarusa tidak melibatkan hormon sehingga tidak mengganggu fungsi seksual laki-laki. (nid)