Sebuah anomali terjadi selama pandemi COVID-19 ini, yakni jumlah penderita penyakit kardiovaskular, baik itu jantung, koleseterol tinggi, atau stroke di rumah sakit berkurang. Bisa jadi ini ‘tipuan’ karena pasien enggan pergi ke rumah sakit, tetapi bisa pula tanda bila perubahan gaya hidup selama pagebluk berhasil baik.
Dalam diary yang ditulis oleh Dr. John Wright, profesor epidemiolgi dan kepala Bradford Institute of Health Research, Inggris, disebutkan satu hal yang ia amati selama pandemi ini adalah berkurangnya pasien serangan jantung akut dan stroke di rumah sakit.
“Kekawatiran utama kami adalah orang-orang takut untuk datang ke rumah sakit saat mereka membutuhkan, dan menderita dengan gejala yang mereka alami di rumah, dibanding harus mengambil risiko terinfeksi (virus corona) di rumah sakit,” tulisnya.
Walau kemungkinan itu ada, tetapi serangan jantung dan stroke merupakan episode yang biasanya membuat pasien mencari pertolongan medis. Menurut Prof. Wright, melambatnya kehidupan akibat lockdown bahkan terbukti membersihkan udara - akibat terhentinya aktivitas lalu lintas serta industri- membantu kita dalam keadaan lebih baik.
Menurut European Space Agency (ESA) terjadi penurunan signifikan NO2 (nitrogen dioksida) di Mumbai dan Delhi, India, antara 40-50% dibanding tahun lalu di waktu yang sama. Delhi dan 13 kota lainnya di India termasuk dalam 20 kota dengan polusi udara tertinggi di dunia.
“Kehidupan kita yang melambat mungkin juga memunculkan kebiasaan dan gaya hidup baru yang lebih sehat,” katanya. Salah satu indikasinya adalah semakin banyak penggunaan aplikasi kesehatan atau piranti pelacak kebugaran di AS.
Detak jantung adalah indikator yang baik untuk kesehatan jantung, semakin pelan detak jantung saat istirahat semakin baik. Aplikasi Fitbit mencatat bahwa selama periode karantina di AS, rerata detak jantung istirahat para penggunanya turun. Pada Maret 2020 detak jantung istirahat mulai terlihat berkurang, dan terjadi pengurangan hampir dua kali lipat pada April, dengan rerata turun 1,26 kali per menit pada pengguna berusia 18-29 tahun.
Walau jumlah langkah per hari juga turun, Fitbit mencatat jumlah aktivitas per menit justru naik. Ini mengidikasikan orang-orang mengubah rutinitas yang sebelumnya banyak di belakang meja menjadi lebih sering bergerak, walau hanya di rumah.
Durasi tidur juga meningkat, dengan orang tidur lebih awal dari biasanya dan tidur lebih lama. “Sepertinya lockdown efektif meningkatkan kesehatan lebih baik daripada sebuah liburan,” imbuh Prof. Wright.
Sementara itu Prof. Alistair Hall, spesialis jantung dan direktur klinis dari Yorkshire and Humber di National for Health Research, Inggris, mengatakan ia tidak melihat orang yang hanya tinggal di rumah setelah mengalami serangan jantung. Tetapi, ia melihat banyak orang-orang yang mulai berolahraga.
“Ketika dalam perjalanan ke rumah sakit, saya melihat banyak orang berjalan-jalan atau bersepeda bersama keluarganya. Saya belum pernah melihat yang seperti ini. Sepertinya setiap orang memiliki waktu untuk berolahraga bersama. Dan mengambil kesempatan ini untuk keluar rumah,” kata Prof. Hall.
Faktor lain yang mungkin berkontribusi menurut Prof. Hall adalah orang-orang menjadi lebih peduli (ingat) untuk minum obat. “Kolesterol adalah penyebab terbesar serangan jantung dan stroke yang bisa dicegah,” tuturnya. “Dan saya melihat saat seperti ini orang-orang menjadi jauh lebih patuh meminum obat, bila dalam kondisi normal biasanya lupa atau hilang.”
Tentang peningkatan waktu tidur Prof. Hall berkomentar, “Kualitas tidur yang baik sangat menguntungkan untuk kesehatan, dan saya kira saat ini orang-orang tidak perlu bangun terlalu pagi.”
Ini tidak hanya menguntungkan untuk kesehatan jantung, tetapi juga pada daya tahan tubuh yang sangat vital di masa pandemi ini. (jie)