“Minyak merk X bebas kolesterol,” ucapan seperti ini kerap terdengar. Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, Guru Besar Ilmu Pangan dan Gizi Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB, Bogor, semua minyak/lemak dari sumber nabati (tumbuhan) tidak mengandung kolesterol.
Kolesterol hanya ada pada pangan hewani. Tanaman tidak memiliki kandungan kolesterol; senyawa mirip kolesterol pada tanaman disebut sterol. Namun, konsumsi minyak jenuh, baik dari sumber hewani maupun nabati, bisa meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh. Hati (liver) yang mengubah minyak yang dikonsumsi menjadi kolesterol. “Konsumsi lemak berlebihan, ‘amunisi’ untuk membuat kolesterol berlebihan, sehingga minyak goreng identik dengan kolesterol tinggi,” paparnya.
Secara garis besar, minyak/lemak dibagi menjadi asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tak jenuh (ALTJ). Lemak jenuhlah yang akan meningkatkan kadar kolesterol. Lemak jenuh banyak terdapat pada pangan hewani, dan sebagian pangan nabati. Minyak kelapa termasuk yang kandungan ALJ-nya tinggi.
Adapun ALTJ terbagi lagi jadi ALTJ tunggal dan ALTJ ganda. ALTJ tunggal lebih tahan terhadap panas, sedangkan ALTJ ganda mudah rusak kena panas. Karenanya, minyak dengan kandungan ALTJ tinggi seperti minyak kedelai tidak boleh dipanaskan. Penggunaannya sebatas untuk pugasan (dressing) misalnya untuk salad.
Dua hal perlu diperhatikan dalam memilih minyak goreng: perbandingan asam lemak jenuh (ALJ) dengan asam lemak tak jenuh (ALTJ), dan titik asapnya. Titik asap adalah saat minyak mengeluarkan asap, ketika dipanaskan. Ini tanda, rasa dan nutrisi minyak mulai rusak. (nid)