Pekerjaan yang menumpuk, apalagi ditambah menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangan bisa sangat menguras emosi. Namun tahukah Anda hanya dengan mencium bau (aroma) pasangan Anda yang menempel pada baju dapat meredakan stres.
Sebuah riset mengemukakan bahwa wanita menjadi lebih relaks – bahkan setelah seharian berhadapan dengan segudang aktivitas – saat mereka mencium aroma baju pasangan mereka. Aroma orang asing, dilain pihak, justru membuat wanita lebih stres.
Penelitian ini melihat fenomena di Inggris di mana hubungan jarak jauh semakin menjamur. Dan, sekitar 3% pasangan suami-istri di Amerika Serikat dilaporkan menjalani hubungan jarak jauh (lain kota) pada 2007. “Globalisasi membuat orang-orang lebih kerap bepergian karena tuntutan pekerjaan, dan pindah ke kota lain,” kata peneliti senior Frances Chen.
Tim peneliti dari the University of British Columbia, menemukan cara membantu ‘menenangkan’ suasana hati yang galau, walau mereka sedang berjauhan.“Penelitian ini menyarankan sesuatu yang sederhana, seperti membawa selembar pakaian yang biasa pasangan Anda pakai untuk menurunkan tingkat stres, saat Anda jauh dari rumah,” tambah Chen.
Riset ini bukanlah yang pertama. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa tikus akan memiliki hormon stres (kortisol) yang lebih sedikit, saat mereka berada di antara keluarganya. Namun, saat peneliti mencegah tikus-tikus tersebut saling membaui, efek tenang hilang.
Otak manusia bekerja mirip hewan coba tersebut, misalnya bayi menjadi lebih tenang setelah mencium bau ibunya, sebaliknya ketika berada dengan orang asing ia menjadi rewel. Dan tentunya, feromon, berperan penting dalam reaksi kima otak saat terjadi interaksi romantis.
Namun dalam studi yang dipublikasikan dalam the Journal of Personality and Social Psychology, menunjukkan bahwa bau (aroma) tak hanya berperan sebagai daya tarik awal, tapi juga menciptakan perasaan aman secara umum.
Peneliti fokus pada efek dari aroma tubuh suami pada level stres istri karena wanita dianggap lebih sensitif pada bau. Wanita 50% lebih banyak memilik sel olfactory (sensor bau) di otak dibanding pria. Di satu sisi pria memroduksi lebih banyak aroma dibanding wanita.
Tim merekrut 96 pasangan suami-istri. Secara acak memilih sepertiganya untuk mencium pakaian yang belum dipakai, sepertiga lagi mencium bau orang asing, dan sepertiga sisanya membaui pakaian yang pasangan mereka pakai.
Untuk mendapatkan data yang valid tentang level stres, kemampuan penginderaan dan sensitifitas pada stres tetap konsisten, tim peneliti harus menyamakan status siklus menstruasi partisipan.
Para suami diberikan kaus putih polos yang harus dipakai selama 24 jam, termasuk saat tidur malam, saat beraktivitas tanpa istri. Dan, selama dua hari tidak memakai deodorant.
Setelah mencium kaus putih tadi, partisipan diminta beraktivitas yang bisa meningkatkan stres, termasuk pura-pura melakukan sesi wawancara pekerjaan. Peneliti kemudian mengukur tingkat hormon stres, dan bertanya bagaimana perasaan saat itu.
Wanita yang sebelumnya mencium kaus suami, dan dengan benar menebak aroma suami mereka, tampak lebih tenang saat beraktivitas, dan level kortisol mereka lebih cepat normal. Ini mengindikasikan mereka bisa mengatasi stres dengan baik.
Masalah justru ada pada wanita yang tidak pintar menebak bau kaus yang mereka cium. Sekitar 2/3 partisipan wanita mengetahui bau siapa yang mereka cium, sementara 1/3-nya mengira mencium bau orang asing.
“Penelitian ini juga bisa menjelaskan fenomena sweater pacar,” papar Hofer, salah satu anggota tim peneliti. (jie)