Diabetes sudah menjadi masalah global. Setiap tahun tercatat angka penderita diabetes yang semakin bertambah. Pencegahan dan penanganan diabetes bisa dimulai dari keluarga.
International Diabetes Federation (IDF) pada 14 November 2019 lalu mengeluarkan data sebanyak 463 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes. Sekitar 374 juta orang mengalami gangguan toleransi glukosa (prediabetes).
IDF juga mencatat Indonesia sebagai negara ke 7 penyandang diabetes terbanyak di dunia (10,7 juta jiwa), dan di urutan ke 3 dengan gangguan toleransi glukosa terbanyak di dunia. Penyandang gangguan toleransi glukosa berpotensi besar menjadi diabetes melitus tipe 2.
Diabetes merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab kematian terbanyak, dengan lebih dari separuhnya terjadi pada usia di bawah 60 tahun.
Ditegaskan oleh Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, Sp.PD-KEMD, dari Perkumpulan Endokronologi Indonesia, sekitar 73% atau 2 dari 3 orang Indonesia tidak mengetahui bila menderita diabetes.
Gejala khas diabetes yang perlu dipahami adalah banyak makan, sering minum dan kerap kencing (terutama di malam hari), serta ada penurunan berat badan tanpa sebab.
“Kalau muncul gejala tersebut, sebenarnya diabetesnya sudah berlangsung lama. Yang perlu dilakukan adalah menemukan dan mencegah sebelum menjadi diabetes. Di sinilah keluarga berperan penting,” terang Prof. Sidartawan dalam kampanye #LindungiKeluargadariDiabetes, yang berlangsung di Jakarta (26/11/2019).
80% kasus diabetes dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup, seperti konsumsi makanan/minuman rendah kalori, olahraga teratur, istirahat cukup, kelola stres dan berhenti merokok.
Mengurangi risiko dimulai dari keluarga di rumah. Prof. Sidartawan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik dan konsumsi makanan sehat bersama-sama antaranggota keluarga.
“Sebenarnya tidak ada diet khusus untuk diabetes. Yang diwajibkan untuk penderita diabetes adalah makan sesuai jadwal, jumlahnya diatur dan jangan tunggu lapar.
“Tidak perlu membuat makanan khusus buat si penderita diabetes. Satu jenis makanan dimakan ramai-ramai untuk semua anggota keluarga. Gula (tebu) boleh dipakai selama untuk bumbu. Untuk minuman manis selama hanya satu sendok teh masih boleh, tidak perlu pemanis,” terang Prof. Sidartawan.
Yang perlu diwaspadai adalah masakan manis atau pedas bisa meningkatkan nafsu makan; membuat tambah makan. Penderita diabetes tetap boleh mengonsumsi makanan manis/pedas selama mampu membatasi. Tetapi bila tidak bisa mengontrol nafsu makan, sebaiknya hindari makanan/minuman manis dan pedas.
Cegah agar tidak menjadi diabetes
Mereka dianggap sudah menderita diabetes bisa gula darah puasa > 126 mg/dL, gula darah sewaktu > 200 mg/dL, dan nilai HbA1c > 6,5%.
Baca juga : Hindari Komplikasi, Kontrol HbA1C
Disebut pradiabetes atau mengalami gangguan toleransi glukosa bila gula darah puasa antara 100 – 125 mg/dL, atau saat melakukan tes toleransi glukosa (diberikan glukosa 75 gram kemudian diperiksa 2 jam kemudian) didapatkan kadar gula darah sewaktu antara 140 – 199 mg/dL.
Kabar baiknya adalah hanya dengan melakukan gaya hidup sehat dapat mencegah mereka yang masih dalam kondisi pradiabetes untuk tidak menjadi diabetes. Gula darah menjadi normal.
“Mereka ini belum memerlukan obat, cukup perubahan gaya hidup. Tetapi begitu sudah dinyatakan sebagai diabetes tidak bisa kembali normal,” tukas Prof. Sidartawan.
Hal lain yang perlu dilakukan sebagai deteksi dini adalah melakukan pemeriksaan berkala. Menurut dr. Dwi Oktavia Handayani, M.Epid, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, pemeriksaan bisa dilakukan di Posbindu (pos pelayanan terpadu) terdekat.
Adapun pemeriksaan yang dilakukan di Posbindu, antara lain tinggi dan berat badan, lingkar perut, tekanan darah dan kadar gula darah.
“Kami berharap bisa menemukan penyandang diabetes yang belum menyadari jika terkena diabetes,” pungkas dr. Oktavia. (jie)