Pada kasus dermatitis atopik terinfeksi, tatalaksana tidak cukup dengan steroid atau antibiotik topikal saja. Terapi kombinasi steroid - antibiotik topikal bekerja komprehensif, mengatasi inflamasi sekaligus infeksi.
“Lebih 80% pasien dermatitis atopik memiliki penurunan selular imunitas sehingga mudah terinfeksi bakteri, jamur dan virus,” ungkap dr. Tina Wardhani Wisesa, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV, dari Klinik Sakti Medika Tebet, Jakarta. Pasien dermatitis atopik (DA) juga mengalami pruritus, dan umumnya memiliki kulit yang kering, membuat mereka makin rentan terhadap infeksi.
Kulit pasien DA kering karena terjadi penurunan kadar lipid di epidermis, sedangkan transepidermal water loss meningkat. “Kondisi seperti ini membuat rasa gatal makin hebat. Dengan kondisi ambang rangsang gatal yang rendah, penderita akan terus menggaruk sehingga menimbulkan luka,” paparnya. Akhirnya, infeksi sekunder mudah terjadi.
Infeksi sekunder oleh bakteri bisa terjadi pada lesi eksematoza pasien DA. Gejalanya antara lain eritema, papul, pustul, erosi, ekskoriasi, eksudat/oozing dengan krusta kekuningan, dan kadang disertai demam.
Staphylococcus aureus sering ditemukan pada kulit pasien DA, terutama di lesi DA saat penyakit kambuh. Ditengarai, bakteri ini bisa diisolasi dari lesi kulit pada 70% pasien dengan eksim. Ditemukan korelasi antara keparahan eksim dan kolonisasi S. aureus. Telah pula dipastikan bahwa kolonisasi S. aureus, merupakan faktor penting yang memperburuk lesi kulit. Makin padat densitas S. aureus, makin berat eksim yang muncul.
Pemeriksaan kultur tidak perlu dilakukan untuk melihat kuman penyebab infeksi pada DA. “Gambaran klinis yang khas dan penyebab terbanyak, yakni infeksi oleh S. aureus,” tandas dr. Tina.
Disebutkan oleh dr. Tina, “Terapi kombinasi steroid dan antibiotik topikal dapat menjadi pilihan, pada keadaan kulit dengan lesi lokal atau tidak luas.” Yakni lesi subakut berupa eritema, papul, pustul, erosi, dan krusta kekuningan. Terapi kombinasi diberikan dua kali sehari. Lesi yang terinfeksi biasanya membaik dalam tiga hari pemberian terapi kombinasi. “Setelah membaik dihentikan, diganti dengan steroid lokal dua kali sehari, selama 5 - 7 hari,” imbuhnya.
Anthony C. CHU dalam studinya (Acta Dermato-Venereologica, 2008) menyebut, eradikasi bakteri patogen dari lesi, tidaklah cukup untuk mengobati eksim. Kombinasi antibiotik topikal dan kortikosteroid topikal, memperbaiki hasil pengobatan. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam mengobati eksim: kulit yang kering (xerosis), inflamasi, dan infeksi. Terapi kombinasi kortikosteroid dan antibiotik topikal, bisa bermanfaat karena bekerja sekaligus mengurangi peradangan akibat DA, serta mengatasi infeksi oleh S. aureus.
Asam fusidat dianggap unggul sebagai agen antibiotik topikal, karena menunjukkan penetrasi yang bagus ke kulit, serta memiliki aktivitas anti-stafilokokus yang tinggi, termasuk terhadap MRSA. Potensinya menyebabkan sensitisasi dan menginduksi dermatitis alergi kontak pun rendah.
Efek kombinasi asam fusidat dan betametason valerat telah banyak diteliti, seperti dipaparkan Anthony dalam studinya tersebut. Ia menulis, krim dengan kombinasi asam fusidat 2%/ betametason valerat 0,1% vs krim gentamisin 0,1%/ betametason valerat 0,1% selama pengobatan 7-12 hari menunjukkan, 74% pasien di kelompok asam fusidat menghasilkan respon yang luar biasa, dibandingkan 55% pada kelompok gentamisin.
Sayangnya, pasien DA yang terinfeksi umumnya baru berobat saat lesi sudah meluas dan basah. “Dalam kasus seperti ini, pilihan utama yakni antibiotik sistemik dan antihistamin, serta kompres basah,” ujar dr. Tina. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien harus terus dilakukan, agar DA yang terinfeksi bisa cepat dideteksi dan ditangani secara adekuat, sebelum lesi menjadi lebih buruk.
Tatalaksana DA sangat bergantung pada kondisi umum pasien. “Pilihan terapi topikal pun bergantung pada kelainan kulit yang dialami pasien,” ucapnya. Pasien dan keluarganya harus diajari untuk bisa melakukan perawatan sehari-hari. Misalnya menghindari faktor pencetus yang bisa memicu kekambuhan DA, mandi dengan air suhu tubuh (bukan air panas) dan menggunakan sabun yang mengandung cukup pelembap, serta memakai pelembap di kulit yang kering secara teratur dua kali sehari.
Pada lesi basah dan bernanah, kompres basah bisa dilakukan dengan larutan PK (permanganas kalikus) 1/10.000, dua kali sehari sehabis mandi. Lama kompres +15-30 menit. (nid)
Ilustrasi: Gambar oleh Hans Braxmeier dari Pixabay