Kortikosteroid dan vitamin D3 menjadi obat pilihan untuk psoriasis. Kombinasi keduanya lebih efektif dari pengobatan topikal lainnya.
Psoriasis adalah peradangan kulit menahun, ditandai ruam memerah, kulit terkelupas, menebal, terasa kering dan bersisik. Tanda-tanda tersebut terkadang disertai rasa gatal atau perih. Semua bagian tubuh bisa terserang gejala psoriasis. Namun, kondisi ini biasanya muncul pada lutut, punggung bagian bawah, siku, atau kulit kepala.
Penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti. Penyakit ini diduga terjadi akibat adanya gangguan otoimun, dimana sistim kekebalan tubuh menyerang sel-sel kulit yang sehat. Psoriasis muncul ketika produksi sel-sel kulit tubuh terjadi secara berlebihan. Pada kondisi normal, tubuh akan memroduksi dan mengganti sel-sel kulit yang mati, dalam beberapa minggu sekali. Pengidap psoriasis akan mengalaminya dalam hitungan hari, sehingga terjadi penumpukan sel kulit yang akhirnya membentuk penebalan.
Faktor keturunan dianggap berperan, dalam munculnya psoriasis. Di samping itu, ada sejumlah faktor pencetus yang diduga bisa memicu penyakit ini. Di antaranya infeksi tenggorokan, stres, obesitas, mengidap HIV, cedera pada kulit, serta akibat penggunaan obat-obatan tertentu.
Terapi topikal adalah pengobatan utama untuk psoriasis ringan sampai sedang, dan sering merupakan pengobatan awal untuk psoriasis berat. Sekitar 80% pasien dengan psoriasis diobati dengan pengobatan topikal. Penderita yang diobati dengan fototerapi atau agen sistemik, termasuk agen biologis, juga mendapat obat topikal sebagai terapi tambahan.
Kortikosteroid topikal dan analog vitamin D3 adalah pengobatan pilihan. Terapi kombinasi antara kortikosteroid dan analog vitamin D3, lebih unggul daripada monoterapi. Dengan menggabungkan dua obat, dengan mekanisme dan profil keamanan yang berbeda, efikasi dan keamanan bisa ditingkatkan.
Ada enam penelitian klinis internasional, multicenter, prospektif, acak, buta, dan melibatkan 6000 pasien dengan psoriasis vulgaris yang dilakukan oleh Douglas et al 2002; Guenther et al 2002; Kaufman et al 2002; Papp et al 2003; Kragballe et al 2004; Ortonne et al 2004.
Penelitian-penelitian ini menunjukkan, setelah 4 minggu pengobatan dengan kombinasi tersebut, penurunan rata-rata Psoriasis Area and Severity Index (PASI) berkisar 65-74,4%. Sedangkan penggunaan calcipotriol, tacalcitol, atau betametason dipropionat saja menghasilkan penurunan rata-rata PASI 46- 59%, 33,3% dan 57- 63%, secara berurutan.
Penelitian Kragballe dan kawan-kawan tahun 2004 memperlihatkan, pemberian kombinasi tersebut sekali sehari selama 8 minggu dapat mencapai efek maksimal setelah 5 minggu, dan dipertahankan selama periode pengobatan 8 minggu.
Jelas ditunjukkan oleh penelitian-penelitian ini bahwa salep kombinasi yang digunakan sekali sehari lebih efektif daripada agen tunggal atau tacalcitol. Salep ini memiliki onset kerja yang lebih cepat dan efek bertahan. Manfaat ini tidak dipengaruhi oleh usia (Parslew dan Traulsen, 2005), jenis kelamin, atau keparahan penyakit dasar (van de Kerkhof et al, 2005; Anstey dan Kragballe, 2006).
Hasil dari enam penelitian fase III ini dikumpulkan dan angka respon PASI 50 dan PASI 75, dihitung untuk pasien dengan psioriasis berat (PASI≥17) atau psoriasis kurang berat (PASI <17) pada baseline.
Pada pasien dengan psoriasis berat, angka respons PASI 50 adalah 88,8% setelah 4 minggu pengobatan dengan kombinasi, 69,2% dengan betametason dipropionat, 53,8% dengan calcipotriol, dan 30% dengan salep. Angka respons PASI 75 pada pasien dengan psoriasis berat adalah 54,1%, pada mereka yang diobati dengan salep kombinasi selama 4 minggu, 32,7% pasien yang diobati dengan betametason dipropionat, dan 20% pasien yang diobati dengan calcipotriol. Dari hasil-hasil ini disimpulkan, persentase pasien yang mendapatkan hasil memuaskan lebih banyak pada mereka yang menggunakan salep kombinasi, dibanding pengobatan topikal lain yang digunakan di masa lalu. Pasien juga puas dengan pengobatan, kondisi klinis membaik dengan cepat, dan hasil yang signifikan terlihat dalam 1 minggu. Ini membantu kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Ilustrasi: Anastasia Gepp dari Pixabay