Keringat berlebih (hiperhidrosis) merupakan gangguan kulit dan saraf, dicirikan dengan kelebihan produksi kelenjar keringat ekrin. Keringat berlebih dapat terjadi pada semua bagian tubuh. Paling sering pada telapak tangan, telapak kaki dan ketiak. Hal ini sering membuat pasien frustasi, karena dapat mengganggu pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
Hiperhidrosis dapat terjadi karena penyebab yang tidak diketahui (idopatik), atau sekunder akibat adanya penyakit. Menurut penelitian Walling (2011), penyebab sekunder meliputi penyakit endokrin seperti diabetes melitus (DM) dan gangguan tiroid. Penyebab lain, gangguan pada saraf seperti cedera saraf tepi, penyakit parkinson, gangguan refleks simpatik dan cedera tulang belakang. Penyakit jantung, sistem pernapasan dan penyakit kejiwaan, juga bisa menjadi penyebab.
Hiperhidrosis dapat dikelompokkan menjadi 3: hiperhidrosis karena emosi, hiperhidrosis lokal, dan hiperhidrosis generalisata. Hiperhidrosis yang disebabkan emosi, mempengaruhi produksi keringat pada telapak tangan, telapak kaki atau ketiak. Contohnya ketika kita sedang cemas atau marah. Hiperhidrosis generalisata dapat terjadi karena ada gangguan regulasi autonom, atau akibat penyakit metabolik, penyakit dengan gejala demam, atau keganasan. Sedangkan hiperhidrosis lokal merupakan hasil gangguan regenerasi saraf simpatik atau ketidaknormalan distribusi kelenjar keringat ekrin. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan kelainan pembuluh darah.
Hiperhidrosis dapat terjadi pada semua usia. Hiperhidrosis lokal biasanya muncul pada masa kanak-kanak atau remaja. Pada penelitian yang melibatkan 850 peserta dengan keluhan keringat berlebih pada telapak tangan, ketiak atau wajah; menunjukkan 62% peserta mengaku mengalami hiperhidrosis sejak kecil, 33% saat memasuki masa pubertas dan hanya 5% yang mulai terjadi saat dewasa.
Pengobatan hiperhidrosis belum ada yang efektif. Hiperhidrosis tidak dikaitkan dengan kematian, akan berbahaya jika termasuk hiperhidrosis generalisata akibat penyakit lain. Hiperhidrosis yang parah dapat mengganggu kualitas hidup pasien dan menimbulkan komplikasi. Sekarang tersedia modalitas pengobatan yang lebih baru, sehingga pasien lebih banyak memiliki pilihan dengan hasil yang lebih baik. (Ade Saputri, Mahasiswa FK UGM)