Sakit maag atau dispepsia di negara-negara barat, dialami setidaknya oleh 25% populasi, sementara di Asia angkanya sekitar 20%. Peningkatan produksi asam lambung bisa dipicu oleh pola makan yang tidak benar, stres atau hal lain. Ini menyebabkan sakit maag.
Secara alami lambung memroduksi suatu asam yang disebut asam klorida, yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein.
Bila kadar asam yang dihasilkan lambung terlalu banyak, mekanisme perlindungan terhadap lambung, usus dan esofagus tidak efektif. Akibatnya, organ-organ tersebut rusak dan muncul gejala rasa sakit pada perut dan ulu hati yang serasa terbakar.
Pengobatan sakit maag tergantung pada penyebabnya. Obat sakit maag yang banyak digunakan dan dijual di pasaran adalah jenis antasida. Antasida biasanya terdiri dari zat aktif yang mengandung aluminium hidroksida, magnesium hidroksida dan kalsium. Obat ini kadang dikombinasi dengan simetikon, yang dapat mengurangi kelebihan gas.
Baca juga : Cermati Gejala Nyeri Dada Karena Maag
Dokter biasanya menganjurkan penderita untuk mengunyah tablet antasida atau mengocok dan meminum antasida suspensi, setengah jam sebelum makan. Antasida bekerja dengan cara menetralkan kondisi yang “terlalu” asam. Juga menghambat aktivitas enzim pepsin, yang aktif bekerja pada kondisi asam. Enzim ini diketahui berperan dalam menimbulkan kerusakan pada organ saluran pencernaan.
Efek samping antasida dengan zat aktif aluminium hidroksida adalah sembelit, sementara yang dengan zat aktif magnesium hidroksida adalah diare.
Berikutnya, obat penghambat sekresi asam. Obat ini bisa bersifat ringan atau berat. Ada dua kelompok obat jenis ini yakni proton pump inhibitors (PPIs) seperti omeprazole, lansoproazole dan esomeprazole. Lainnya, jenis pengambat histamin (H2-receptor antagonist) seperti cimetidine, nizatidine dan ranitidine.
Ada lagi kelompok obat prokinetik, berfungsi untuk memperbaiki pergerakan lambung. Dan bagi penderita sakit maag yang dominan karena faktor psikis, dokter akan memberikan obat untuk faktor psikis tersebut.
“Kami berikan obat anticemas dan obat penenang,” ujar Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, MMB, dari Departemen Penyakit Dalam Divisi Gastroenterologi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Penelitian juga menyatakan, 95% kasus luka di usus 12 jari dan 70% di lambung disebabkan bakteri Helicobacter pylori (H.pylori). Jika ditemukan adanya kuman H.pylori, maka kuman ini harus dibasmi. Biasanya dengan kombinasi dua antibiotik, ditambah obat anti asam yang cukup kuat.
Sekarang ini, dengan menggunakan endoskopi lambung dapat diteropong untuk memastikan apa penyebabnya. Dengan endoskopi, dokter dapat melihat langsung kondisi kerongkongan, lambung, dan usus 12 jari. Kuman juga dapat dideteksi menggunakan uap, yang disebut Urea Breath Test (UBT). (jie)