hepatitis c virus sebagian besar menjadi kronik

Hepatitis C Virus Sebagian Besar Menjadi Kronik, Berkembang Menjadi Kanker Hati

Hepatitis C Virus (HCV) dapat berkembang menjadi hepatitis kronis, sirosis bahkan kanker hati. Berbeda dengan HBV, penularan virus hepatitis C secara vertikal (ibu ke anak) sangat rendah, juga yang lewat hubungan seksual. Penularan lebih banyak pada pengguna narkoba suntik. Dan sejauh ini, vaksin HCV belum ditemukan.

Hepatitis C Virus yang menyerang orang dewasa sebagian besar akan menjadi kronik. Berbeda dengan  HBV, “Kesembuhan spontan pada orang dewasa yang terkena HBV tinggi (85-90%),” papar dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH. 

Hepatitis C Virus dapat dicegah dengan menghindari perilaku tidak sehat, seperti penggunaan jarum suntik secara bersamaan, atau bersamaan menggunaan alat-alat pribadi (sikat gigi, pisau cukur, alat pemotong kuku).

Hepatitis C Virus gejalanya mirip infeksi HBV, yakni hampir tanpa gejala. Kalau timbul gejala sebagian besar berupa rasa lelah (fatigue), hilang nafsu makan, demam, sakit kepala dan sakit perut. Gejala ini  seperti gejala flu. Tidak terjadi gejala spesifik hepatitis A seperti, kulit/bagian putih mata menguning.

Mendeteksi hepatitis C hanya bisa dipastikan dengan melihat anti-HCV, yakni antibodi terhadap HCV yang dibentuk sebagai respon terhadap adanya virus hepatitis C. Tidak seperti anti-HBV yang kebal terhadap HBV, seseorang yang memiliki anti-HCV tidak serta-merta imun/kebal pada HCV. Dokter biasanya akan memberi obat suntik interferon atau pegylated interferon, kombinasi dengan kaplet minum ribavirin. “Angka kesembuhan pengobatan penderita HCV tinggi, sampai 90%,” jelas dr. Irsan.

Kanker hati

Kanker hati adalah perjalanan akhir dari komplikasi hepatitis, yang memakan waktu bertahun-tahun.  Kanker hati stadium awal - seperti pada banyak kanker  lain - masih dapat disembuhkan. Disebut stadium awal bila diameter kanker <3 cm.

Pengobatan dilakukan dengan terapi target; tubuh menerima obat yang bekerja dengan cara menghambat aktivitas molekul spesifik, yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan tumor. Terapi target untuk kanker hati hasilnya memuaskan, dibanding pengobatan cara lama yang hanya ‘menembak’ sel kanker di liver.

Pada tumor besar dilakukan upaya memblok pembuluh darah, yang memberi makan tumor. “Tujuannya untuk menurunkan stadium kankernya,” jelas Prof. Dr. dr. L.A. Lesmana, SpPD, KGEH, FACP, FINASIM.

Sorafenib merupakan satu-satunya obat dalam terapi target. “Obat bekerja menghambat pertumbuhan sel tumor dan menghambat pembentukan pembuluh darah baru pada tumor,” jelas Prof. Lesmana.

Efek samping selama penggunaan obat, di antaranya telapak kaki/tangan melepuh, diare, kulit kemerahan, hipertensi dan rasa lelah. Efek samping biasanya timbul 6 bulan pertama pemakaian. Umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dan efeknya berkurang seiring penyesuaian dosis.

“Anehnya, pasien yang mengalami efek samping, hasilnya lebih baik dibanding pasien yang tidak merasakan efek samping,” ujar Prof. Lesmana. (jie)


Ilustrasi: Business photo created by freepik - www.freepik.com