Menurut dr. Gloria Novelita, Sp.KK dari klinik Beyoutiful, Jakarta, UVB dengan panjang gelombang 315 – 280 nm dapat menembus lapisan kulit bagian atas (epidermis), “Efeknya langsung terlihat (akut).” Sel-sel pigmen kulit (melanosit) terangsang dan membentuk lebih banyak melanin, sehingga kulit menggelap dan bisa muncul flek hitam (melasma).
UVA dengan gelombang yang lebih pendek (280-100 nm), bisa masuk lebih dalam hingga ke lapisan dermis. Pada dermis, terdapat kolagen, elastin dan matriks extrafibrillar yang membentuk struktur kulit; UVA bisa merusaknya. “Kalau kolagen rusak dan ikatannya berkurang, tampak celah yang kita lihat sebagai kerut,” tutur dr. Gloria. Kekenyalan kulit pun berkurang.
Sinar ini juga bisa menginaktivasi enzim, yang seharusnya menjaga kestabilan kulit. Dengan tidak aktifnya enzim-enzim tersebut, pertumbuhan sel tidak terkontrol dan dalam jangka panjang bisa menjadi kanker kulit.
Secara umum, UV bisa menimbulkan stres oksidatif dan memicu terbentuknya radikal bebas pada kulit. Lambat laun kulit terlihat kusam, terjadi keriput dini dan timbul bercak-bercak. “Bercak tidak merata pada seluruh wajah, semakin tebal, kemudian timbul bercak melingkar berwarna hitam yang makin lama makin jelas,” papar dr. Sri Ellyani, Sp.KK, Wakil Ketua bidang kerjasama PERDOSKI (Perkumpulan Dokter Spesialis Kulit Indonesia).
Ini disebut photoaging atau penuaan dini pada kulit, akibat paparan sinar matahari yang terus-menerus. Tanpa perlindungan yang baik, kulit mereka yang berusia 30 bisa terlihat seperti kulit usia >40 tahun. (nid)