Cara mengendalikan emosi merupakan hal dasar yang harus dipelajari oleh orang tua. Anak adalah sumber kebagiaan orang tua. Hilang semua penat saat melihat tingkahnya yang lucu. Namun tak jarang pula perilaku anak menyulut emosi. Terlebih setelah seharian bekerja di kantor, membuka pintu rumah dan tampak pemandangan seperti kapal pecah, dengan segala kegaduhan yang diciptakan anak.
Namun bagaimanapun juga, jangan sampai emosi meledak. "Melihat rumah berantakan memang bikin pusing. Belum lagi bila ada cerita yang kurang mengenakkan tentang anak," ujar sikolog Naomi Soetikno M.Pd., Psi, dari Universitas Tarumanegara, Jakarta. Saat anak membuat kesalahan, usahakan jangan langsung ‘meledak’. Tidak selalu mudah, memang. Ada beberapa tips cara mengendalikan emosi yang bisa dipelajari.
Cara mengendalikan emosi
Ketika menghadapi tingkah anak yang menyulut emosi, pertama kali tenangkan diri dulu. "Misalnya begitu membuka pintu dan kondisi rumah berantakan, jangan langsung terpancing. Tenangkan diri, bisa dengan mandi. Bagi yang beragama Islam, lanjutkan dengan shalat," ujar Naomi.
Setelah itu, kita biasanya merasa lebih segar. "Emosi pun jadi lebih terkendali sehingga lebih siap mendengat cerita-cerita yang kurang nyaman dari anak,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, intinya saat berhadapan dengan manusia lain, kita seperti cermin. "Kalau anak berperilaku atau berkata-kata menyebalkan, kita akan merasakan kekesalan itu sehingga mudah terpengaruh,” ujar Naomi. Sebagai orang dewasa, kita harus memahami dan mengenali situasi. Dengan demikian, kita bisa lebih mudah mengendalikan diri, dan emosi tidak cepat tersulut.
Saat kesal atau marah, yang paling cepat berubah adalah reaksi fisik. Nafas jadi lebih cepat, tubuh lebih hangat, mata melebar, “Itu tandanya emosi mulai terpancing. Segera lakukan stabilisasi.”
Cara paling mudah untuk menurunkan emosi: tarik nafas panjang. Lalu pegang sesuatu yang ada di sekitar kita. Rasakan apa yang kita sentuh, baik oleh tangan maupun kaki. “Misalnya kaki langsung menapak ke lantai, rasakan dingin atau hangatnya lantai,” imbuh Naomi. Bila kita berdiri di atas karpet, rasakan teksturnya. Hal-hal tadi akan membuat kita kembali sadar. Biasanya saat kesadaran sudah kembali, logika kita mulai bekerja lagi.
“Kesulitan kita adalah mengontrol logika dan emosi. Ini sering bermain-main; kadang, emosi tiba-tiba naik sendiri,” ucapnya. Bila merasakan nafas mulai cepat, segera stabilisasi. Kembalikan kesadaran, agar amarah tidak meledak.
Kadang, ini juga kita lakukan saat menghadapi orang lain. Tanpa sadar, tangan memegan-megang sesuatu, “Itu sebenarnya usaha untuk menyadari agar sabar dan mengalirkan konsentrasi.” (nid)
_____________________________________________