Yogurt, produk olahan susu ini di Indonesia boleh jadi belum setenar “saudaranya” keju. Dalam satu porsi yogurt terkandung beragam zat gizi. Yogurt bisa sebagai pengganti susu pada anak yang mengalami intoleransi laktosa. Itu sebabnya kita perlu mengenalkan yogurt sejak dari kanak-kanak.
Yogurt adalah produk olahan susu sapi yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri asam laktat, di antaranya bakteri Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus (keduanya termasuk bakteri baik/probiotik).
Keunggulan yogurt adalah, bakteri asam laktatnya akan memecah laktosa (gula dalam susu) menjadi partikel-partikel yang lebih kecil sehingga ‘ramah’ di usus, khususnya untuk anak kecil yang sistem pencernaannya belum sempurna (penderita intoleransi laktosa/lactose intolerance).
“Pada dasarnya yogurt memiliki semua nutrisi pada susu, minus laktosa. Pada masa pertumbuhan, konsumsi yogurt akan memberikan kalsium yang cukup, juga protein,” papar dr. Marya Haryono, M.Gizi, SpGK, dari FKUI/RSCM.
Sebagaimana diketahui kalsium berperan penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi, sementara protein adalah pembentuk otot. Dalam 100gr yogurt (greek style yogurt) mengandung 5,7 g protein, 10,2 g lemak dan 126 mg kalsium. Sementara untuk yogurt minum memiliki 3,1 g protein, 0 lemak dan 100 mg kalsium. Berbeda jenis yogurt berbeda pula komposisi nutrisi di dalamnya.
Baca : Ganti Mayones dengan Yogurt, Selain Sehat Juga Lebih Enak
“Walau asam, yogurt tidak membuat lambung bertambah asam. Ph lambung bisa < 2, sementara yogurt antara 4-5. Jadi aman-aman saja mengonsumsi yogurt,” ujar dr. Marya.
Lantas kapan anak boleh mulai mencicip yogurt? Para ahli kesehatan berpendapat sejak anak mulai dikenalkan dengan MPASI (makanan pendamping ASI) sejatinya yogurt bisa dimasukkan ke dalam menu makan anak.
Yang perlu diperhatikan adalah, jangan membuat yogurt sebagai menu makanan utama untuk anak <1 tahun. Setidaknya satu sendok makan per hari yogurt yang dicampurkan dengan makanan pendamping lainnya seperti biskuit atau pisang.
“Jika yogurt menjadi menu utamanya, walau kandungan gizinya bagus, takutnya akan kekurangan mikronutrisi lainnya yang berasal dari makanan utama,” tambah dr. Marya.
Jangan berikan yogurt bila…
Jika tidak terjadi reaksi alergi atau penolakan seperti diare, muntah dan sembelit, pemberian dapat diteruskan. Namun, jika terjadi reaksi sebaliknya, pemberian sebaiknya dihentikan sementara untuk kemudian dapat dicoba kembali dalam waktu selang sebulan.
Sebaiknya hindari memberikan yogurt dengan pemanis, seperti madu untuk bayi < 1tahun, karena madu mengandung bakteri yang bisa meracuni perut bayi pada usia ini. Jangan pula memberikan yogurt dengan rasa tertentu, lebih disarankan yogurt tawar, kemudian baru tambahkan buah. Alasannya, pada banyak kemasan yogurt “berperasa” menambahkan pemanis di dalamnya.
“Kalau pun terlalu banyak memberi yogurt, karena isinya bakteri baik, maka ia akan langsung dibuang, tidak menimbulkan efek apa-apa,” papar dr.Marya.
Untuk anak yang lebih dewasa, misalnya > 5 tahun, yogurt yang dicampur sayuran dapat menjadi alternatif mengisi kebutuhan serat pada anak. Pada usia ini masalah yang muncul biasanya adalah anak ogah makan sayur. (jie)