Binge eating merupakan salah satu dari gangguan pola makan. Makan banyak tapi tidak enjoy, lalu diet, tapi gagal.
Lingkungan bisa menjadi faktor pemicu binge eating. Deras sekali informasi tentang buruknya memiliki tubuh gemuk, secara estetika atau pun medis. Maka, wanita berusaha untuk tetap langsing. Untuk itu, melakukan diet. Hanya saja, “Karena ‘lapar mata’, diet jadi susah dan yang bersangkutan merasa tertekan. Diet satu-dua bulan, kemudian berhenti dan merasa bersalah. Begitu seterusnya,” ujar dr. Grace Judio-Kahl, MSc, MH, Cht; pendiri klinik lightHOUSE ini.
Berdasar survei yang dilakukan klinik ini, dari 100 orang yang datang ke klinik tersebut dan mengeluh memiliki masalah berat badan, 64% terdeteksi memiliki binge eating sedang, 6% parah dan sekitar 28% ringan.
Dari faktor biologi, problem makan ini karena ketidaksinkronan pengiriman pesan di hipotalamus (bagian otak) tentang lapar dan kenyang. Penelitian juga menunjukkan rendahnya serotonin (zat kimia yang memunculkan perasaan bahagia) di otak, pada penderita binge eating. Mereka yang sejak anak-anak sudah terpapar/dipaksa tampil cantik/kurus, bisa menjurus pada perilaku tidak sehat ini. Binge eating juga berhubungan erat dengan depresi. Penderita binge eating diketahui adalah orang yang impulsif atau tidak bisa mengontrol emosi, orang yang rendah diri dan kesepian.
Menurut psikolog Tara de Thouars, BA, MPsi, pada kasus binge eating, mereka makan lebih banyak dibanding orang normal. Mereka makan meski pun tidak lapar. Mereka merasa, semua makanan yang dihidangkan dapat dilahap. Atau, makan sembunyi-sembunyi karena malu dengan banyaknya makanan yang dihabiskan.
“Pada dasarnya, mereka tahu kalau yang dilakukan itu salah. Timbul rasa bersalah, jijik, depresi pada diri sendiri, atau menangis setelah makan,” ujar Tara.
Penderita binge eating biasanya memiliki pemikiran obsesi pada makanan. “Dari bangun tidur sudah berpikir tentang makan, tiba di kantor berpikir tentang makanan. Mau tidur juga begitu,” katanya.
Perilaku binge eating ditunjukkan dengan berat badan yang naik turun, moody dan biasanya makan menjadi pelampiasan emosi. Juga ditunjukkan dengan suka mengumpulkan/menyembunyikan makanan dan merasa tidak puas dengan bentuk tubuh. Pada tahap lanjut/parah, dapat berubah menjadi bulimia.
Kondisi binge eating, jika tidak ditangani dapat berdampak pada masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes dan hipertensi, kolesterol tinggi, stres, insomnia, ketergantungan pada obat-obatan. Pada kasus yang parah, bahkan memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Terapi perilaku dan obat-obatan
Penanganannya perlu melibatkan keluarga sebagai pengontrol utama, terutama bila keluarga menjadi masalah utama munculnya perilaku makan yang salah. Perlu mengubah pola pikir yang tidak tepat tentang bentuk tubuh, berat badan, dan pola makan yang mendasari terbentuknya binge eating. “Juga harus dengan konsultasi gizi,” tambah Tara.
Menurut dr. Grace, mengubah perilaku penderita binge eating dapat dilakukan dengan hipnoterapi. “Tujuannya untuk memasukkan sugesti baru, yakni pemahaman yang benar tentang konsep berat badan. Termasuk memberi perencanaan makan, dan cara memasak makanan sehat,” katanya.
Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy) juga biasa diberikan. Tujuan utama terapi ini yakni membuat penderita sadar, bahwa selama ini makan menjadi pelampiasan emosi. Terapis akan membantu penderita mengenali pemicu binge eating, dan mengontrol rasa ingin makan. Ada teknik relaksasi dan program penurunan berat badan dengan cara yang sehat. Misal dengan yoga, meditasi dan terapi obat.
10 Langkah Melawan Binge Eating
- Managemen stres. Faktor terpenting dalam mengontrol perilaku binge eating, adalah mencari jalan mengatasi stres dan menekan rasa ingin makan yang besar. Bisa dengan beraktivitas di luar ruang, meditasi atau dengan teknik pernapasan.
- Makan 3x sehari plus camilan sehat. Perlu ketat mengikuti jadwal makan. Melewatkan waktu makan, justru dapat memicu perilaku binge eating muncul kembali.
- Hindari godaan.Kita cenderung makan lebih sering jika memilih junk food dan menyimpan snack tidak sehat di rumah. Minimalkan godaan untuk makan, buang snack favorit.
- Hentikan diet ketat. Menahan lapar akibat diet ketat, justru dapat memicu untuk banyak makan, yang akhirnya tidak terkontrol. Lebih baik, ubah pola makan menjadi lebih moderat. Konsumsi makanan bergizi yang disukai dan makan secukupnya, jangan sampai perut penuh. Tidak makan makanan tertentu sama sekali, justru bisa membuat kita makin “ngidam” makanan tersebut.
- Olahraga. Bukan hanya akan mengurangi berat badan, tapi juga terapi mengatasi stres dan depresi. Mood yang meningkat setelah olahraga, dapat menghentikan rasa inginmakan.
- Lawan rasa bosan. Dari pada ngemil, alihkan diri untuk jalan-jalan, membaca, ngobrolatau mengerjakan hobi.
- Cukup tidur. Pastikan tidur Anda cukup, dan di siang hari saat tak bisa menahan kantuk, tidur 10 menit cukup untuk membantu mengembalikan kesegaran tubuh.
- Dengarkan tubuh. Perlu belajar untuk membedakan lapar karena kebutuhan atau emosi. Jika perut tidak keroncongan, berarti Anda tidak benar-benar lapar. Dengan membiarkan untuk beberapa saat, dorongan untuk makan akan berhenti dengan sendirinya.
- Bikin diari makan. Tulis apa saja makanan yang sudah disantap, kapan, berapa banyak dan bagaimana perasaan Anda setelah memakannya. Anda bisa melihat pola, yang menunjukkan hubungan antara mood dengan perilaku binge eating.
- Minta dukungan. Sangat mungkin kalah dari godaan ber-benge eating, ketika Anda tidak mendapat dukungan dari sekeliling Anda. Selain dari profesional, dukungan bisa didapat dari keluarga dan teman. (jie)
Ilustrasi: Food photo created by yanalya - www.freepik.com