Dewanto tidak menyadari apa yang terjadi dengan dirinya. Sebulan belakangan ini, pinggang terasa pegal. Untuk mengatasi, ia mengenakan sabuk yang dilengkapi alat pemancar gelombang elektromagnetik. “Mereda sebentar, tapi pegal lagi,” ujarnya. Belum lama ini, saat buang air kecil (BAK) keluar sedikit darah, “Anehnya, sejak itu pegalnya hilang.”
Lelaki usia 65 tahun itu memeriksakan diri ke dokter. Melalui foto rontgent terlihat ada sumbatan di saluran kemih dari ginjal kanan. Menurut dr. Taufan Tenggara, Sp.U, dari RS Gading Pluit, Jakarta, batu saluran kemih kerap tidak terdeteksi. Batu sering mengendap hingga bertahun-tahun.
“Fungsi ginjal bisa terganggu dan tidak bisa dikembalikan seperti semula,” terangnya dalam seminar awam “Serba-Serbi Masalah Buang Air Kecil” di Jakarta. Batu bisa terjadi di ginjal, saluran kemih atau di kantung kemih. “Kalau ada batu yang menyumbat, harus segera dihancurkan,” imbuh dr. Taufan.
Penyebab tersering adalah pola hidup tidak sehat, seperti kegemukan, kurang gerak, kurang minum, kerap menahan kencing dan banyak mengonsumsi makanan yang memicu timbulnya batu. “Pembentukan batu ini unik. Ada yang rakus makan, minum apa saja, tapi nggak ada batu. Ada yang makannya bagus, banyak minum, tapi tetap ada batu. Itu genetik,” tutur dr. Taufan.
Perhatikan tanda-tanda yang diberikan tubuh. Misalnya nyeri pinggang atau pinggang pegal berkepanjangan, mual/muntah, sakit di perut bawah, sakit ketika (BAK), tersendat saat BAK dan BAK berdarah. Perlu diwaspadai, 1 dari 10 penderita tidak mengalami gejala. Masalah biasanya ditemukan secara tidak sengaja, saat general check up. Dibanding perempuan, kaum Adam lebih sering mengalami batu saluran kemih.
Memperbanyak minum dan mengonsumsi obat pelancar kemih sesuai anjuran dokter, adalah cara pertama penanganan batu saluran kemih. Terapi ini bermanfaat untuk ukuran diameter batu <6 mm dan tidak menyumbat saluran kemih. Obat pelancar kemih juga mencegah keasaman (pH) air seni, dengan membuatnya lebih basa sehingga batu asam urat bisa larut.
Pilihan kedua, ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy). Batu dipecahkan dari luar menggunakan gelombang getar (shock wave), sehingga batu menjadi bubuk dan keluar lewat air seni. Metode ini tidak memerlukan pembiusan. ESWL bisa kurang efektif bila ukuran batu terlalu besar atau pasien banyak bergerak (misalnya batuk), saat terapi dilakukan.
Kemungkinan komplikasi ESWL, batu tidak pecah sempurna atau pecah tapi ukurannya masih cukup besar, sehingga dapat menyumbat saluran kemih. Bila demikian, perlu tindakan berikutnya misalnya obat peluruh kencing. Batu harus segera dibuang, agar jangan sampai mengendap kembali dan menjadi lebih besar. Posisi tidur yang benar dapat membantu keluarnya batu pasca-ESWL. “Misalnya batu ada di ginjal kanan, tidurlah dengan posisi miring sehingga ginjal kanan berada di atas. Dengan begitu, batu akan berada di bawah, sehingga lebih gampang terdorong keluar lewat air kemih,” papar dr. Taufan.
Pilihan lain, laser (URS/ureterorenoscopy), dilakukan dengan pemberian obat bius dari bagian perut ke bawah. Alat berupa selang tipis dimasukkan lewat bukaan saluran kemih tanpa menimbulkan luka sayatan di tubuh, langsung menuju batu yang menyumbat. Selanjutnya batu dipecah menjadi pasir, sekaligus disedot. Tingkat keberhasilannya 95%.
Operasi kini sudah jarang dilakukan. Biasanya, sumbatan dapat dihilangkan dengan laser, kecuali bila ukuran batu sangat besar. (jie)
Ilustrasi: www.freepik.com-Designed by Shayne_ch13 / Freepik