Banyak implikasi dari kurangnya nutrisi pada janin dan batita (bawah tiga tahun), mulai dari terganggunya tumbuh kembang anak, perkembangan otak tidak maksimal sampai kurang berkembangnya sistem imun tubuh, sehingga anak gampang sakit.
Menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, berat badan 10% kurang dari normal (gizi kurang ringan) berefek pada penurunan kekebalan tubuh dan mudah terkena infeksi. Kemungkinan menyebabkan kematian sampai 10%.
Kehilangan berat badan 20% (gizi kurang sedang) mengakibatkan penyembuhan terhambat dan infeksi meningkat. Kemungkinan kematian meningkat sampai 30%. WHO (2003) mencatat, penyebab kematian utama balita di negara berkembang yang berhubungan dengan gizi kurang adalah pneumonia – radang paru akibat infeksi kuman – sebanyak 20%, disusul diare (15%).
Pada kasus gizi buruk, di mana kehilangan berat badan sampai di atas 30%, dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, anak mudah kena infeksi saluran napas atau radang paru sehingga menyebabkan kematian.
“Penambahan berat badan bayi yang tidak sesuai KMS (Kartu Menuju Sehat) berbanding lurus dengan penurunan kognitif (kecerdasan) anak. Kalau berat badan anak di bawah standar, perlu diintervensi sebelum terjadi gagal tumbuh (fail to thrieve),” ujar dr. Damayanti.
Hasil meta analisis dari 11 studi klinis oleh Corbett dkk., menujukkan, balita yang mengalami weight faltering (perlambatan kenaikan berat badan) akan menunjukkan gejala penurunan kognitif /kecerdasan berupa penurunan IQ 4,2 poin.
“Weight faltering kebanyakan terjadi pada periode penyapihan. Hal ini terutana karena cara pemberian makan yang kurang tepat pada masa bayi,” jelas dr. Damayanti. (jie)