Pesta miras (minuman keras) oplosan membawa korban. Itu adalah cerita lama yang tampaknya masih terus terjadi. Jika kita menonton tayangan di salah satu stasiun TV, operasi miras oplosan menjadi salah satu target operasi yang dilakukan oleh kepolisian. Ancaman kebutaan permanen selalu mengintai mereka yang minum miras oplosan.
Minuman keras beralkohol yang sengaja dioplos dengan bebagai zat yang mampu meningkatkan efek mabuk. Salah satu bahan oplosan yang dipakai adalah spiritus, yang notabene mengandung metanol (memiliki rumus kimia CH3OH).
Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol bukan untuk dikonsumsi melainkan digunakan sebagai bahan pendingin antibeku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Metanol sangat berbahaya jika dikonsumsi, “Hanya dengan 10 cc sudah bisa membuat buta permanen, merusak saraf mata. Kalau dalam minuman mahal seperti brandy atau beer, alkohol yang dipakai adalah etanol. Jika dikonsumsi banyak efeknya hanya mabuk (tidak membuat buta),” terang dr. M. Sidik, SpM, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI).
Ia menyayangkan karena sebagian besar mereka yang minum miras oplosan adalah generasi muda alias usia produktif yang harusnya bisa bekerja. Biasanya pasien dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi terlambat (> 3 hari).
“Gejala awalnya muntah-muntah yang disertai sesak napas. Kemudian di bawa ke rumah sakit dan disuntik. Esok harinya ia buta. Kerap kali ini dianggap gara-gara disuntik menjadi buta, padahal sebenarnya itu adalah runtutan gejala kerajunan alkohol.
“Kalau dari awal saat masih muntah-muntah langsung dilakukan upaya cuci darah bisa bebas dari buta. Sayangnya banyak yang datang terlambat, kadang sudah 1 minggu kemudian,” terang dr. Sidik, di sela-sela acara Hari Penglihatan Sedunia 2018. (jie)