Oktober diperingati sebagai Bulan Peduli Kanker Payudara. Kanker payudara masih menjadi kanker pembunuh perempuan nomor wahid di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, insiden kanker payudara mencapai 36,2 per 100.000 penduduk. Menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus rawat inap maupun rawat jalan kanker payudara adalah yang tertinggi di seluruh RS di Indonesia, yakni 28,7% (rawat jalan) dan 16,8% (rawat inap).
Makin mengkhawatirkan, usia perempuan yang terkena kanker payudara kini makin muda. “Dulu, usia pasien kanker payudara antara 40-50 tahun. Tapi sekarang, makin banyak usia muda yang terkena. Ada kecenderungan meningkat pada usia 35 tahun ke bawah,” tutur dr. Walta Gautama, Sp.B (K) Onk dari RS Kanker Dharmais, Jakarta. Coba tengok sekitar kita, makin sering kita mendengar teman, kerabat, atau bahkan anggota keluarga yang mengalami kanker payudara di usia muda, bahkan di usia 20-30-an. Selain itu, juga makin banyak yang mengalami kanker pada kedua payudara, tidak hanya sebelah.
Apa penyebab kedua hal tersebut? “Sampai sekarang belum diketahui, apakah misalnya berkaitan dengan kebiasaan atau pola hidup,” terang dr. Walta. Diduga, salah satu pemicu kanker payudara adalah paparan hormon.
Baca juga: Rizka Fardy, SH – Botak Tetap Cantik
Menjelang haid, terjadi fluktuasi hormon. Saat estrogen naik, saluran susu pada payudara membesar. Dibarengi dengan peningkatan produksi progesteron, yang membuat kelenjar susu bengkak. Kedua hal inilah yang menyebabkan payudara terasa nyeri, kencang, berat, dan membesar menjelang haid.
Hal tersebut merupakan proses normal yang dialami perempuan setiap bulan, agar saluran ASI (air susu ibu) tetap terjaga. Namun sayangnya, paparan hormon pada jaringan payudara turut menimbulkan risiko kanker payudara hormonal. Dalam beberapa dekade terakhir, rerata usia anak gadis mengalami haid pertama (menars) menjadi lebih muda. Tidak sedikit yang mulai haid di usia 10 tahun. Bisa jadi, ini turut memicu makin mudanya usia permepuan terkena kanker payudara. Diduga, faktor risiko meningkat bila jaringan payudara terpapar hormon selama 35-40 tahun.
Baca juga: Payudara Asimetris Indikasi Penyakit Lain
Bila dikaitkan dengan gaya hidup saat ini, yang meningkatkan faktor risiko antara lain kegemukan, konsumsi lemak berlebihan, kurang berolahraga, dan merokok. Pada sebuah studi di Eropa yang melibatkan >337.000 perempuan di 10 negara selama 11 tahun, ditemukan bahwa mereka yang paling banyak mengonsumsi lemak jenuh, memiliki kecenderungan mendapat kanker payudara sekitar 30% ketimbang mereka yang paling sedikit mengonsumsinya. “Lemak turut merangsang payudara tumbuh,” ucap dr. Walta. Tentu, yang dimaksud adalah lemak jelek seperti lemak trans dan lemak jenuh. Sebaliknya, lemak baik seperti omega-3 justru bermanfaat.
Terkait rokok, studi epidemiologi di Kanada skala besar dengan melibatkan 89.835 perempuan usia 40-59, menemukan bahwa jumlah tahun merokok sebelum kehamilan pertama berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara. Hal ini perlu dicermati, mengingat makin banyak perempuan Indonesia yang merokok aktif. Meningkat tajam dari 4,1% (Riskesdas 2010) menjadi 6,7% (Riskesdas 2013). Diestimasi, skeitar 6,3 juta perempuan Indonesia kini merokok.
Baca juga: Wulan Guritno: “Deteksi Dini Kanker itu Penting”
Hingga kini, memang belum diketahui penyebab pasti kanker payudara. Semakin banyak faktor risiko, semakin besar pula risiko mengalami kanker payudara. Jangan pula abaikan riwayat kanker dalam keluarga. Meski demikian, bukan berarti orang dengan faktor risiko rendah boleh abai terhadap kanker payudara. Banyak juga yang terkena kanker payudara meski hampir tidak memiliki faktor risiko.
Lakukanlah SADARI (periksa payudara sendiri) setiap bulan, untuk mendeteksi kanker payudara secara dini. Ini berlaku untuk perempuan maupun laki-laki, karena laki-laki pun bisa terkena, meski jarang. (nid)
_______________________________
Ilustrasi: Designed by Rawpixel.com