Bagaimana cara mencegah efek negatif dari sinar ultraviolet (UV)? Sederhana: hindari paparan sinar matahari langsung. Saat berada di luar ruangan, kenakan topi atau penutup kepala, kaca mata hitam, baju lengan panjang dan celana panjang. Cara lain yakni, “Menggunakan tabir surya (sunblock atau sunscreen),” ujar dr. Gloria Novelita, Sp.KK, dari klinik Beyoutiful, Jakarta.
Dengan tabir surya, sinar UV akan terhalang mengenai kulit dan tak bisa menembus lapisan bagian bawah. Mengoleskan tabir surya di kulit berarti membentuk lapisan yang memblok / menghambat sinar UV, lalu memantulkannya.
Ada tabir surya jenis anorganik, yang biasanya mengandung titanium dioxide atau zinc oxide. Ada jenis tabir surya organik, yang menyerap radiasi UV dan mengubahnya menjadi panas dalam jumlah kecil. Contoh kandungannya antara lain avobenzone, cinoxate dan octylsalicylate. Ada tabir surya yang mengombinasikan kedua jenis bahan aktif ini, sehingga efektivitasnya optimal.
Apapun jenis tabir surya pilihan Anda, yang penting berspektrum luas. Yakni yang bisa melindungi dari UVA dan UVB. “Untuk negara tropis, tidak cukup yang hanya mengandung SPF ,” tegas dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK dari Rumah Puan, Jakarta. SPF (sun protecting factor) adalah zat yang melindungi kulit dari radiasi UVB. Kondisi geografis Indonesia terletak di Khatulistiwa, membuat curah UVA dari sinar matahari lebih tinggi ketimbang UVB.
Bagaimana cara melindungi kulit dari UVA? “Dengan PA, UVA akan dipantulkan sehingga kulit terlindungi secara maksimal,” ujar dr. Gloria. Mereka yang berhijab, sebaiknya juga menggunakan tabir surya dengan kandungan PA pada lengan. Sebabnya, UVA bisa menembus pakaian bahkan kaca, kecuali bila kaca dilapisi film. UVA juga bisa masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam (dermis) dan menimbulkan gangguan yang lebih serius, ketimbang UVB yang ‘hanya’ mengenai lapisan kulit bagian atas (epidermis), dan tidak bisa menembus pakaian/kaca.
Kekuatan SPF dan PA
Kandungan SPF dan PA pada tabir surya perlu diperhatikan. Ada SPF 15, 30 dan seterusnya. Kekuatan perlindungan yang diberikan dari angka yang lebih tinggi, sebenarnya tidak jauh beda daripada angka yang lebih rendah. Misalnya, SPF 15 memblok UVB hingga 93%, SPF 30 sebesar 97%. Yang membedakan adalah lamanya perlindungan.
Secara teori, SPF 15 melindungi kulit maksimal 150 menit dari radiasi UVB, dan SPF 30 memberi perlindungan hingga 300 menit. Maka, tabir surya SPF 15 perlu diulang tiap 2 jam, dan SPF 30 diulang tiap 4-5 jam.
Untuk menilai derajat proteksi PA, digunakan simbol (+). “Makin banyak (+), makin tinggi proteksinya terhadap UVA,” terang dr. Nila. Di daerah dengan curah UVA lebih tinggi, seperti pantai dan dataran rendah seperti Jakarta, kandungan PA harus maksimal. Sebaiknya pilih tabir surya dengan PA++ atau PA+++.
Tabir Surya vs Vitamin D
Apakah tabir surya tidak menyebabkan tubuh mengalami defisiensi vitamin D? Menurut dr. Hanny nilasari, Sp.KK, dari FKUI/RSCM, “Tubuh masih mendapat paparan sinar matahari di tempat lain, misalnya kepala. Kulit jari tangan hingga pergelangan umumnya juga bebas tabir surya karena bagian ini sering tergesek. Apalagi kalau kita berkali-kali mencuci tangan.
Sempatkan diri berolahraga di luar ruangan saat matahari baru terbit, tanpa tabir surya. Radiasi UV masih rendah hingga tidak menimbulkan kerusakan, tapi cukup untuk mengaktifkan vitamin D di bawah kulit.
Temuan terbaru menyatakan, yang terbaik adalah sinar matahari dari pukul 10 – 12. Pada jam ini, biasanya kita sudah berada di kantor. Boleh saja bila ingin membiarkan kulit terpapar sinar matahari sebentar tanpa sunscreen pada jam ini. Namun bila dirasa merepotkan, bisa gunakan tabir surya seperti biasa. Penelitian menemukan, reseptor vitamin D di bawah kulit tetap teraktivasi, karena sunscreen tidak menutup kulit sepenuhnya. Ada pendapat menyatakan, tabir surya bermanfaat karena akan mencegah pembentukan radikal bebas akibat paparan UV. (nid)
Bersambung ke: Cara Tepat Menggunakan Tabir Surya