pengobatan hipertensi dalam kehamilan
pengobatan hipertensi dalam kehamilan

Pengobatan Hipertensi Kehamilan: Obat Lama Rekomendasi Baru

Hipertensi dalam kehamilan menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia. Rekomendasi baru menyatakan pemberian obat antihipertensi yang agresif untuk menyelamatkan ibu hamil dengan hipertensi. 

Indonesia hingga saat ini masih menempati urutan ke-3 dengan AKI tertinggi di ASEAN, yakni 189 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Hipertensi kehamilan (hipertensi gestasional) menjadi penyebab kematian kedua (23,8%), setelah perdarahan, pada ibu hamil. 

Keterlambatan penanganan hipertensi gestasional dapat menyebabkan komplikasi darurat, seperti sindrom HELLP, edema paru dan perlunya operasi Caesar, yang memerlukan perawatan tingkat ICU. 

Ada dua jenis hipertensi ibu hamil: hipertensi kronik dan hipertensi gestasional. Hipertensi kronik jika tekanan darah di atas 140/90 mm Hg sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau menetap 12 minggu setelah melahirkan. Gampangnya hipertensi yang diikuti dengan kehamilan, atau hipertensi yang menetap setelah kehamilan. 

Sedangkan hipertensi gestasional yaitu tekanan darah di atas 140/90 mm Hg tanpa proteinuria (protein dalam urin), yang terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan 20 minggu. 

Dr. Ulul Albab, SpOG, menjelaskan, ”Perhatian kita tidak hanya (hipertensi) di masa kehamilan, tetapi juga pasca persalinan. Preeklamsia akan menetap hingga 12 minggu pasca partum.”

Preeklamsia adalah bentuk komplikasi hipertensi kehamilan, di mana tekanan darah tinggi menyebabkan rusaknya organ tubuh, ditemukan protein dalam urin, yang timbul di usia kehamilan 20 minggu. 

“Jika ada kejang di masa nifas, itu preeklamsia. Kadang kita agak miss kalau ibu dengan hipertensi gestasional masih menetap saat menyusui,” ujarnya kepada OTC Digest. “Deteksi dini dan treatment yang tepat sangat krusial.” 

Hipertensi kehamilan sangat bisa dicegah, ataupun jika sudah terjadi, bisa dikontrol agar tidak menimbulkan komplikasi. 

“Setiap ibu hamil memiliki KIA - buku Kesehatan Ibu Anak untuk memantau kesehatan ibu, bayi hingga anak usia 6 tahun. Ada banyak skrining yang perlu dilakukan, termasuk riwayat hipertensi di keluarga dan diri sendiri (juga risiko penyakit lainnya),” terang dr. Ulul.

Skrining, pencegahan, hingga kontrol tekanan darah di awal kehamilan sangat penting pada kasus hipertensi kehamilan. Setiap ibu hamil harus mengukur tekanan darah dan urin dalam pada setiap kunjungan antenatal care (pemeriksaan kehamilan).

Metildopa: obat lama dalam guideline baru

Obat antihipertensi diperlukan untuk mengontrol hipertensi dalam kehamilan. Berbagai organisasi kesehatan dunia (ACOG, WHO, NICE hingga POGI) telah merekomendasikan obat hipertensi gestasional lini pertama, yakni metildopa.

“Metildopa bekerja di pembuluh darah. Saat hipertensi terjadi, ada vasokonstriksi (penyempitan) di pembuluh darah, seperti tali yang tegang. Metildopa bekerja melawan ketegangan itu dengan vasodilatasi (melebarkan pembuluh darah). Pembuluh darah yang tegang dihambat sehingga melebar,” urai dr. Ulul. 

Metildopa sejatinya adalah obat lama – sudah digunakan sejak 1960-an, dengan keamanan yang sudah terbukti klinis. 

Apt. Abdul Aziz, SSi, Product Manager di PT. Actavis Indonesia, menerangkan, guideline ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologists) tahun 2019 merekomendasikan metildopa digunakan pada hipertensi gestasional karena profil keamanannya yang telah lama ditetapkan selama kehamilan.

“Pada uji coba terkontrol acak metildopa dan isradipin pada preeklamsia, dengan penggunaan metildopa, terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 13,1–15,3 mmHg dan penurunan tekanan darah diastolik sebesar 9,0–10,1 mmHg,” jelas Aziz. 

Salah satu fitur keamaan metildopa yang sudah terbukti ialah: penggunaan metildopa tidak mempengaruhi aliran darah ke uterus, sehingga pertumbuhan janin tetap baik. 

“Metildopa masuk ke plasenta, tetapi aman, tidak ada risiko untuk janin. Ini juga alasannya kenapa berbagai organisasi merekomendasikan sebagai obat lini pertama,” dr. Ulul menimpali. “Metildopa efektif menurunkan tekanan darah tanpa menurunkan perfusi plasenta.”

Perfusi plasenta adalah aliran darah yang melalui plasenta, yang memungkinkan pertukaran oksigen, nutrisi, dan pembuangan limbah antara ibu dan janin. 

“Pengobatan lini pertama memegang kunci. Bisa pakai mulitdrugs (metildopa bisa dikombinasikan dengan obat lain), dan pilih yang aman untuk bayi. Dosis metildopa adalah 250 mg dua kali sehari, dengan dosis maksimal 3000 mg per hari,” tukas dr. Ulul. 

Metildopa bisa diresepkan sejak pemeriksaan di FKTP (faskes tingkat pertama), dengan biaya yang relatif murah (sudah masuk dalam e-katalog / ditanggung BPJS). (jie) 

Baca juga: Kehamilan dengan Hipertensi bisa Berbahaya, tapi Ada Cara Mengatasinya