Sirosis hati sebagai tahap akhir dari penyakit hati kronis, menciptakan lingkaran setan penyakit pencernaan. Pasien sirosis seringkali juga mengalami ulkus peptikum dan GERD, yang bisa memperparah kondisi kesehatan.
Ulkus peptikum atau PUD (peptic ulcer disease) rusaknya mukosa saluran cerna bagian atas. Faktor risiko PUD antara lain infeksi H. pylori, OAINS (obat anti inflamasi non-steroid), terapi steroid dan rokok. “Di Korea, telah diteliti bahwa PUD pada pasien sirosis hati, ternyata kejadiannya cukup banyak, antara 20-30%,” ungkap dr. Poernomo Boedi, Sp.PD-KGEH, FINASIM. Adapun infeksi H. pylori berkisar 30-50%. Selain itu, konsumsi obat-obatan ulserogenik seperti OAINS, aspirin dan steroid dikaitkan dengan PUD pada pasien sirosis.
“Gastro duodenal ulcer adalah salah satu penyebab perdarahan saluran cerna. Ini gangguan yang penting karena perdarahan saluran cerna bisa menyebabkan kematian pada pasien sirosis,” jelas dr. Poernomo dalam Webinar Kedokteran yang diselenggarakan oleh PT Wellesta CPI Healthcare dan OTC Digest, Sabtu (30/11). Sebagian besar kasus PUD terjadi di duodenum (95%), dan hanya sebagian kecil di lambung.
Adapun GERD pada pasien sirosis, datanya cukup bervariasi di seluruh dunia. “Namun secara umum, cukup banyak terjadi,” ujar Prof. Dr. dr. Rino Alvani Gani, Sp.PD-KGEH dalam kesempatan yang sama.
Ada beberapa faktor yang berperan mengapa GERD dan sirosis cukup erat berkaitan. “Pasien sirosis sering mengalami gangguan pengosongan lambung yang bisa menjadi cikal bakal GERD. Asites akibat sirosis meningkatkan tekanan intra abdomen, dan secara patofiologi, sirosis bisa melemahkan sprinkter esofagus bagian bawah sehingga asam lambung bisa naik ke kerongkongan,” papar Prof. Rino.
Tatalaksana PUD Pasien Sirosis Hati
Tatalaksana atau pengobatan PUD maupun GERD pada pasien sirosis hati cukup menantang. Menurut dr. Poernomo, ada beberapa hal yang harus menjadi target pengobatan PUD pada pasien sirosis. “Pertama, harus sebisa mungkin menghilangkan nyerinya. Kemudian penyembuhan ulkusnya, mencegah komplikasi, dan mencegah relaps (kekambuhan),” paparnya.
Strategi yang sebagian besar disepakati untuk pengobatan ulkus peptikum adalah menurunkan sekresi asam di lambung, meningkatkan faktor protektif, mencegah terbentuknya ulkus, menstimulasi penyembuhan ulkus, menetralkan asam lambung, dan membunuh kuman H. pylori yang biasa terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum.
Obat-obat pengendali asam lambung telah lama digunakan. Pada 1991, ditemukan golongan PPI dengan generasi pertamanya omeprazole. Setelah itu, era PPI terus berkembang hingga 2018. Pada 2021, ditemukanlah golongan obat baru untuk mengendalikan asam lambung yang disebut PCAB, dengan pelopornya vonoprazan.
Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa vonoprazan dosis tunggal bisa meningkatkan pH >4 dengan cepat. Bukan berarti pengobatan dengan PPI jelek, tapi ada beberapa kekurangan. “Pertama, onsetnya lambat, dan durasi pengendalian asam tidak cukup sehingga akhirnya pasien tetap merasakan heart burn, baik nocturnal ataupun post pandrial,” papar dr. Poernomo.
Seain itu, juga ada unmet needs dengan pemberian PPI. Antara lain reflux symptomps yang terjadi sekitar 66% setelah pemberian pertama, symptom tetap terjadi setelah 3 hari pemberian (50%), tetap terjadi heartburn dan regurgitasi (40%). “Akhirnya pasien menggunakan PPI dua kali sehari, dan beberapa terpaksa menggunakan tambahan antasid untuk mengatasi gejala-gejala tersebut,” imbuhnya.
Vonoprazan bekerja dengan cara masuk kanalikuli sekretori sehingga pompa proton tidak bisa mengeluarkan asam lambung. “Yang penting, ini adalah obat aktif, tidak tergantung saat makan. Kelebihan lain, sejak dosis pertama sudah mencapai hal yang kita inginkan. Berbeda dengan PPI, yang naik secara perlahan dan mencapai maksimum inhibisi dalam beberapa hari,” jelas dr. Poernomo.
Angka kekambuhan PUD dengan pemberian vonoprazan jauh lebih rendah dibandingkan lansoprazole. Selain itu, insiden kumulatif perdarahan duodenum maupun lambung pun sangat rendah dibandingkan lansoprazole.
Pemberian vonoprazan untuk eradikasi H. pylori dengan kombinasi amoksisilin dan claritomisin juga tidak inferior dibandingkan dengan lansoprazole. “Tingkat eradikasi dalam empat minggu setelah pemberian obat selesai yaitu 92% (vonoprazan) dan 75% (lansoprazole),” ucap dr. Poernomo. Vonoprazan juga ditemukan lebih efektif dibandingkan PPI dalam eradikasi H. pylori dengan triple terapi pada strain yang resistan terhadap claritomisin (82% vs 40%).
Berdasarkan studi meta-analisis, eradikasi H. pylori dengan vonoprazan selama tujuh hari tercapai 91% dibandingkan 81% dengan PPI selama 14 hari. “Disimpulkan bahwa untuk pengobatan H. pylori, vonopraszan secara nyata berhasil dengan baik. Dampaknya, H. pylori mati dan diharapkan ulkus peptikum akan segera membaik,” papar dr. Poernomo.
Tatalaksana GERD pada Sirosis
Vonoprazan juga tidak inferior dibandingkan PPI untuk pengobatan GERD. “Berdasarkan konsensus (Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia) pada 2019, vonoprazan direkomendasikan untuk tatalaksana GERD selain PPI,” ujar Prof. Rino.
Ia melanjutkan, ada limitasi pada terapi dengan PPI. “Antara lain angka kegagalan mencapai 40%, kegagalan terapi pada NERD, kurang efektif pada waktu makan, dan angka kekambuhan cukup besar,” tutur Prof. Rino. Sementara itu, obat penekan asam lambung sangat berperan dalam kesintasan pasien sirosis.
Menurut Prof. Rino, PCAB bisa menjadi pilihan dalam tatalaksana GERD untuk pasien sirosis. “Vonoprazan bersaing dengan kalium untuk menekan pompa proton, dan tidak perlu diaktivasi karena sudah dalam bentuk aktif. Karena itu lebih cepat, lebih efektif, dan lebih stabil dalam menekan asam lambung,” paparnya.
Vonoprazan sudah mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam untuk menekan dan mempertahankan pH lambung. Menariknya, efek ini bertahan lama, sehingga cukup dikonsumsi dalam dosis tunggal satu kali sehari.
Vonoprazan juga mmberikan kesembuhan yang lebih baik pada perdarahan esofagitis erosif. “Angka kekambuhan juga lebih rendah dibandingkan PPI, dan memberikan manfaat pada pasien yang masih menunjukkan gejala GERD pada pasien yang sebelumnya telah mendapat PPI,” tambah Prof. Rino.
Prof. Rino menegaskan, infeksi dan perdarahan adalah krusial pada pasien sirosis. Obat yang efektif mengatasi ulkus peptikum dan GERD yang sangat berkaitan dengan perdarahan dan infksi H. pylori, akan sangat bermanfaat untuk pasien sirosis hati. Penelitian menunjukkan, vonoprazan tidak inferior dibandingkan PPI. (nid)
_______________________________________________
Ilustrasi: https://www.freepik.com/free-photo/woman-standing-with-stomach-ache-pres...