Di hari Idul Fitri 1 Syawal 1442H (diperkirakan jatuh hari Kamis 13 Mei 2021), sebaiknya kita di rumah saja. Mulai 6-17 Mei 2021, pemerintah memberlakukan larangan mudik Lebaran. Pengetatan perjalanan dalam negeri bahkan diberlakukan selama satu bulan, mulai 22 April – 24 Mei 2021.
Pada tanggal-tanggal itu, semua yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara dan laut, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen, yang sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan. Bisa juga, yang bersangkutan memperlihatkan surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19, dan mengisi e-HAC Indonesia.
Mereka yang melakukan perjalanan dengan kereta api antarkota, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen, dan sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan. Atau membawa surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19, tanpa diwajibkan mengisi e-HAC. Bila dianggap perlu, Satgas Penanganan COVID-19 daerah dapat melakukan tes acak rapid test antigen/tes GeNose C19, terhadap pelaku perjalanan transportasi umum darat.
Sedangkan mereka yang memakai transportasi darat pribadi, diimbau tes RT-PCR atau rapid test antigen. Sampelnya juga harus diambil maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan, atau tes GeNose C19 di rest area. Akan dilakukan tes acak bila dianggap perlu, oleh Satgas Penanganan COVID-19 daerah. Anak-anak di bawah usia 5 tahun tidak wajib tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19.
Bila tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 menunjukkan hasil negatif namun terdapat gejala, yang bersangkutan wajib tes diagnostik RT-PCR dan melakukan isolasi mandiri, selama waktu tunggu hasil pemeriksaan. Ketentuan ini merupakan upaya untuk mengendalian penyebaran Covid-19. Pemerintah tidak ingin terjadi ledakan kasus Covid-19 seperti di India.
COVID-19 adalah “musuh” bersama, dan hanya dapat diatasi secara bersama-sama. Menteri Kesehatan Budi Gunadi mengingatkan untuk tetap disiplin, menjalankan protokol kesehatan (prokes) COVID-19. “Perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia semakin baik, program vaksinasi sudah berjalan. Kita jangan sampai lengah,” ujarnya saat konperensi pers daring, Senin 19 April 2021.
Di India vaksinasi berjalan lancar dan jumlah kasus COVID-19 turun drastis. Tiba-tiba, jumlah kasus melonjak sangat tinggi. Kamis, 22 April lalu, kasus positif virus corona di India bertambah hampir 315.000; ini angka harian tertinggi di dunia. Akibatnya, rumah-rumah sakit kewalahan menerima pasien. Terjadi penjarahan tabung oksigen. Jumlah pasien yang meninggal meningkat, sehingga pihak keluarga harus antri menanti giliran kerabatnya yang meninggal dikremasi. Ada yang menyebut, India mengalami tsunami COVID-19.
Menurut Menkes Budi, lonjakan kasus COVID-19 di India disebabkan dua hal. Pertama, ada mutasi COVID-19 yang baru; di Indonesia juga ditemukan, tapi jumlahnya masih sangat sedikit. "Kedua, meski sudah banyak yang menjalani vaksinasinya, dan jumlah kasus terkonfirmasi menurun, mereka mengendurkan protokol kesehatan. Enggan memakai masker, cuci tangan, dan tidak menjaga jarak," kata Budi.
Sejumlah mahasiswa Indonesia di India menjadi saksi. Warga India dari kasta atas, kelompok elite dan kalangan berduit seolah tidak perlu menjalankan protokol kesehatan. Meski pemerintah menerapkan lockdown, di banyak kota warga bebas bepergian dan tidak memakai masker. Di Delhi, ibukota India, situasi relatif lebih tertib. Karantina wilayah dan sejumlah pembatasan, yang diberlalukan lagi hari Minggu 18 April lalu, ditaati. "Warga memilih tinggal di rumah, kecuali ada keperluan mendesak,” ujar seorang mahasiswa.
Masyarakat Indonesia, meski terkesan ada saja yang “bandel”, relatif menyadari pentingnya memakai masker, cuci tangan, jaga jarak dan menghindari kerumunan. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro, dan vaksinasi COVID-19 sejak Februari 2021, relatif dapat menekan kasus. Angka keterisian rumah sakit, yang sempat melonjak di awal tahun, kini terkendali.
"Kalau larangan mudik bisa dijalankan, insya Allah, kita tidak akan mengalami kejadian seperti di India," tutur Menkes Budi Gunadi. (sur)