Pandemi COVID-19 menyadarkan betapa pentingnya menjaga daya tahan tubuh, yang mungkin sebelumnya kita abaikan. Salah satunya dengan mengkonsumsi vitamin D dan makanan sumber antioksidan.
Tubuh kita mendapatkan vitamin D dari makanan atau melalui paparan sinar matahari (UVB) yang akan mengaktifkan pro Vitamin D di bawah kulit menjadi Vitamin D yang dibutuhkan tubuh. Dari sekian banyak manfaatnya, vitamin D terbukti memiliki sifat anti-inflamasi dan imunoregulasi yang sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh.
Riset Cynthia Aranow, MD, dari Feinstein Institute for Medical Research, New York, AS, menjelaskan Vitamin D mampu memodulasi respons imun bawaan dan spesifik (adaptif/didapat) dan melalui reseptor vitamin D yang berada hampir di seluruh tubuh, akan diekspresikan pada sel-sel kekebalan (sel-B, sel-T dan sel penyaji antigen). Melalui mekanisme ini, maka ketika tubuh mengalami kekurangan kadar Vitamin D, dampak kesehatannya akan sangat luas mulai dari penurunan daya tahan tubuh, kerusakan organ, bahkan mencetuskan risiko dan keparahan penyakit akut dan kronis misalnya asma, alergi, influenza, osteoporosis, diabetes, autoimun, kanker dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan pandemi COVID-19 ini, terdapat penelitian dari Hollick MJ yang terpublikasi pada jurnal Plos One menyebutkan, risiko terkena Covid-19 meningkat 54% pada 191.779 warga Amerika di 50 negara bagian yang menderita kekurangan Vitamin D dibandingkan dengan pada kondisi cukup Vitamin D. Penelitian lain juga menyebutkan, terdapat hubungan antara kekurangan vitamin D dengan tingginya kematian di 10 negara (China, Jerman, Italia, Iran, AS, dll) akibat COVID-19.
Pemimpin penelitian Vadim Backman, yang juga profesor Biomedical Engineering, mengatakan vitamin D tidak hanya meningkatkan sistem imun bawaan, tetapi juga mencegah sistem imun kita terlalu aktif (pemicu badai sitokin).
Dilansir dari Science Daily, Ali Daneshkhah, “Badai sitokin bisa sangat merusak paru dan memicu sindrom gangguan pernapasan akut, serta kematian. Tampaknya ini menjadi penyebab kematian terbanyak pada pasien COVID-19, bukan kerusakan paru yang disebabkan oleh virus itu sendiri. Melainkan komplikasi dari reaksi imun yang salah sasaran.”
Selain itu studi Grant W, diterbitkan jurnal Nutrient (April 2020), mencatat suplementasi vitamin D bisa menurunkan kecepatan replikasi virus corona, mengurangi konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang menyebabkan radang paru-paru (pneumonia). Di saat bersamaan juga akan meningkatkan konsentrasi sitokin anti-inflamasi.
Oleh karena itu, mencukupi kebutuhan Vitamin D penting dengan konsumsi makanan sumber Vitamin D diantaranya susu, ikan laut (trout, salmon, sarden, tuna, makarel), kerang, udang, kuning telur, daging, jamur. Sedangkan suplementasi sangat direkomendasikan pada kondisi defisiensi Vitamin D, kurang paparan sinar matahari dan masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
Kuatkan dengan antioksidan glutathione
Antioksidan memiliki peran yang tidak kalah penting selama pandemi, yaitu Glutathione. Secara umum, antioksidan kuat Glutathione akan bekerja melindungi sel-sel dari kerusakan akibat radikal bebas, mencegah kerusakan sampai ke tingkat sel, memperbaikinya dan pada akhirnya akan menunjang daya tahan tubuh.
Glutathione berperan penting menjaga daya tahan tubuh melalui dua cara. Pertama, memainkan peran kunci agar sel-T berfungsi optimal. Ini memungkinkan ‘tentara garis depan’ sistem imun tubuh meningkat jumlahnya. Kedua, merangsang produksi dan secara bersamaan mengaktifkan sel pembunuh alami (NK cell). Ini meningkatkan aktivitas daya tahan tubuh dan membantu bertindak sebagai sistem kekebalan tubuh.
Keberadaan Glutathione sangat banyak di sel paru-paru. International Journal of General Medicine mencatat efek anti-inflamasi dari glutathione mengurangi peradangan di paru-paru. Sebaliknya, kekurangan glutathione akan memperburuk kondisi edema paru, radang selaput dada dan radang paru.
Terkait dengan pandemi Covid-19, menurut penelitian dari Kursk State medical University, pasien positif Covid-19 memiliki kadar Glutathione yang sangat rendah dengan nilai bermakna pada tingkat keparahan sedang dan berat. Penelitian lain dari Polonikov, Glutathione pada pasien dengan nilai saturasi yang rendah, juga terbukti menurunkan kejadian sesak nafas, mencegah kondisi gagal nafas akut dan kematian.
Dalam kasus lain, glutathione juga efektif untuk meningkatkan efektivitas insulin dalam mengontrol gula darah. Ini penting karena pada penderita diabetes terjadi resistensi insulin atau tubuh tidak cukup memroduksi insulin. Diabetes sendiri diketahui sebagai komorbid yang meningkatkan risiko infeksi COVID-19 berat, bahkan kematian.
Meskipun glutathione diproduksi secara alami oleh tubuh, namun kadarnya akan berkurang seiring dengan pertambahan usia dan kondisi tubuh yang lemah. Kita bisa memperoleh glutathione dari makanan (daging merah, unggas dan ikan, telur, susu, buah-buahan, brokoli, bawang putih, kembang kol, dll) dan suplementasi tentu dibutuhkan pada kondisi kondisi tertentu. (jie)
___________________________________________________________________________
Ilustrasi : Food photo created by whatwolf - www.freepik.com