Gorengan boleh jadi adalah makanan yang menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Mulai dari jajanan di pinggir jalan yang murah meriah, sampai menu tempura di restoran. Atau kentang goreng di café dan ayam goreng crispy buatan ‘sang kolonel’.
Walau enak, gorengan tergolong makanan yang kurang sehat, konsumsi berlebih akan memicu inflamasi di dalam tubuh. Tetapi seberapa banyak konsumsi gorengan yang akan meningkatkan risiko penyakit jantung, alias akan melukai jantung?
Ternyata tidak banyak, saran analisis yang dipublikasikan di jurnal Heart (Januari 2021). Para ilmuwan mengumpulkan temuan dari 17 studi tentang konsumsi gorengan dan masalah seperti serangan jantung, penyumbatan pembuluh darah koroner, gagal jantung dan stroke. Riset tersebut melibatkan lebih dari satu juta orang.
Peneliti juga melihat data dari enam penelitian lain yang menilai hubungan antara konsumsi gorengan dan kematian dini. Riset ini melibatkan lebih dari 750.000 partisipan.
Mereka yang lebih sering makan gorengan dalam seminggu berpotensi 28% untuk mengalami masalah jantung, dibandingkan mereka yang paling sedikit makan gorengan.
Setiap tambahan 114 gram (4 ons) porsi makanan gorengan per minggu meningkatkan risiko keseluruhan sebesar 3%. Tetapi analisa penelitian gagal untuk menunjukkan bila mereka yang makan gorengan dalam jumlah banyak punya kemungkinan mengalami kematian dini.
“Selain memicu inflamasi, gorengan kerap kali tinggi sodium (garam), juga lemak jenuh yang berbahaya. Jika Anda memilih untuk memanjakan (lidah) dengan gorengan, lakukan dengan hemat. Dan hindari makanan yang digoreng dengan lemak hewani, sebagai gantinya, pilih gorengan yang digoreng dengan minyak nabati,” tulis peneliti, dilansir dari Health Harvard.
Picu makan berlebih
Selain makanan manis, lidah orang Indonesia menyukai rasa gurih dan asin. Gorengan memenuhi keinginan lidah orang Indonesia terhadap rasa gurih dan asin.
Masalahnya, makanan yang terlalu gurih (tinggi garam dan MSG), seperti keripik kentang dan kentang goreng (french fries), membuat orang cenderung mengonsumsi makanan tersebut secara berlebih, dan terus menerus.
Sebuah riset dari University of North Carolina, AS menunjukkan bahwa makanan tinggi lemak yang dikonsumsi terus menerus dapat meningkatkan asupan kalori tubuh secara berlebihan. Hal ini berujung pada obesitas karena terjadi peningkatan lemak tubuh.
Satu riset di Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan adanya peningkatan risiko penyakit diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan sirosis hati tahap akhir, jika membiarkan penumpukkan lemak pada organ dalam tubuh, khususnya hati, yang umum terjadi pada penderita obesitas. (jie)
Baca juga: Berapa Banyak Makan Kentang Goreng yang Dianggap Sehat