Vaksin Nusantara sepertinya belum akan mendapat izin edar darurat (emergency use authorization / EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam waktu dekat ini. Hasil uji klinis tahap 1 terhadap 30 orang memang sudah diserahkan ke BPOM. Namun, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyatakan, belum ada kepastian soal kapan hasil evaluasi atas vaksin Nusantara bisa dikeluarkan. Dengan kata lain, uji klinis fase 2 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan sejumlah pihak lain, belum akan dilakukan.
Vaksin Covid-19 yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Dr. Terawan Agus Putranto menuai pro-kontra. Ahli epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, meminta Menkes Budi Gunadi Sadikin menghentikan vaksin Nusantara, dengan alasan kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia. Juga karena pembiayaannya menggunakan dana pemerintrah.
Pandu memberikan catatan. Pertama, teknologi sel dendritik yang digunakan pada vaksin Nusantara merupakan terapi yang bersifat personal, yang biasanya digunakan pada pasien kanker. Kedua, dalam pembuatannya vaksin Nusantara membutuhkan berbagai peralatan canggih, ruang steril dan inkubator CO2. Risiko vaksin terkontaminasi mikroba penyebab infeksi sangat besar, karena dibuat secara personal.
Ahli biomolekuler dan vaksinologi Ines Atmosukarto menyatakan, data hasil uji klinis vaksin Nusantara tahap 1, belum dipublish ke data uji klinis global. Maka, katanya, data keamanannya belum terjamin. Vaksin Nusantara yang berbasis dendritic cells vaccinnes yang dapat dipersonalisasi untuk satu orang, dikembangkan setelah Balitbang Kemenkes menanda tangani kerja sama dengan PT Phamas Oktober 2020. PT Phamas sendiri dikabarkan mendapat lisensi dari perusahaan farmasi Amerika Serikat Aivita Biomedical Inc. Pengembangan dikabarkan vaksin melibatkan peneliti dari UGM Yogyakarta, UNS Surakarta dan Undip Semarang.
Ada nama Prof. Dr. Taruna Ikrar asal Makassar yang menjadi dosen di University of California Irvine, Amerika Serikat. Peneliti dari Universitas Diponegoro antara lain dr. Djoko Wibisono, dr. Muhammad Karyana, dan Dr. Muchlis Achsan Udji Sofro. Mereka, menurut Dahlan Iskan yang mengikuti perkembangan vaksin Nusantara sejak awal, bekerja sama dengan delapan ahli vaksin dari AS yang kini berada di Semarang, untuk membidani lahirnya vaksin Nusantara.
Pro kontra tampaknya tidak menyurutkan upaya pengembangan vaksin ini, yang bila berhasil pastinya akan menjadi kebanggaan Indonesia di kancah dunia yang sudah jenuh menghadapi pandemi Covid-19. (sur)
___________________________________________________________
Ilustrasi: Medical photo created by freepik - www.freepik.com