Silent hypoxia termasuk salah satu misteri yang paling mematikan dari COVID-19. Ini adalah kondisi di mana kadar oksigen dalam tubuh sangat rendah, tapi tanpa menimbulkan gejala, sehingga kerap tidak disadari. Bila kondisi ini berlangsung terlalu lama, organ-organ vital bisa rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi. Tak ayal, para ahli pun bekerja keras mencari tahu penyebab silent hypoxia yang dialami oleh sebagian pasien COVID-19.
Infeksi COVID-19 ditengarai awalnya merusak paru, sehingga beberapa bagian tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jaringan-jaringan yang rusak ini pun akhirnya tidak bisa bekerja menyerap oksigen untuk dibawa oleh darah ke seluruh tubuh, membuat kadar oksigen dalam tubuh menurun. Beberapa pasien bahkan memiliki kadar oksigen jauh di bawah batas normal. Yang membuat para ahli makin resah, banyak pasien yang tidak menunjukkan tanda apapun, atau hanya sedikit tanda, saat menjalani pemeriksaan scan paru. Kerap juga tidak ada gejala seperti napas pendek atau kesulitan bernapas, yang normalnya muncul bila fungsi paru terganggu. Itu sebabnya, kondisi ini disebut silent hypoxia.
Penyebab silent hypoxia: kombinasi dari 3 hal
Normalnya, paru mengambil oksigen saat kita menarik napas, lalu melepaskan karbondioksida saat kita mengembuskan napas. Paru-paru yang sehat mengoksigenasi darah dengan kadar 95-100%. Kadar oksigen <92% adalah lampu kuning bagi dokter, untuk melakukan intervensi. Menggunakan model komputer, insinyur biomedis di Universitas Boston berkolaborasi dengan Universitas Vermont menguji 3 teori yang sudah ada, untuk membantu menjelaskan penyebab silent hypoxia. Berdasarkan penelitian tersebut, diduga bahwa silent hypoxia disebabkan oleh 3 kombinasi mekanisme biologis, yang bisa terjadi secara simultan pada paru pasien COVID-19. Penelitian ini dipublikasi di jurnal imiah bergengsi Nature Communications.
1. Jaringan paru yang rusak tidak menciut
Paru yang rusak akibat infeksi tidak mampu menangkap oksigen dalam jumlah cukup. Seharusnya, pembuluh darah di area ini menyempit. Dengan cara ini, darah hanya akan mengalir melalui jaringan paru yang sehat dan banyak mengandung oksigen, yang kemudian dialirkan ke seluruh tubuh. Namun data klinis menunjukkan bahwa paru pada beberapa pasien COVID-19 kehilangan kemampuannya akan hal ini. Lebih buruk lagi justru pembuluh darah di area paru yang rusak mungkin lebih banyak terbuka. Apa dampaknya? Darah tetap mengalir di area paru yang rusak dan tidak memiliki oksigen, alih-alih hanya melalui jaringan yang kaya akan oksigen. Dan sayangnya, hal ini sulit terlihat melalui CT scan
Teori ini diuji oleh tim peneliti. Ditemukan bahwa agar kadar oksigen dalam darah turun hingga ke level yang dialami oleh pasien COVID-19, aliran darah yang melewati jaringan paru yang rusak haruslah jauh lebih tinggi daripada kondisi normal. Menurut peneliti, ini yang membuat kadar oksigen di seluruh tubuh begitu rendah.
2. Terbentuknya gumpalan-gumpalan darah kecil
Ketika terjadi infeksi COVID-19, dinding pembuluh darah meradang, lalu terbentuklah gumpalan-gumpalan darah kecil di dalam paru. Gumpalan darah ini begitu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh alat scan. Inilah dugaan penyebab silent hypoxia kedua.
Melalui pengujian dengan pemodelan komputer pada paru, hal ini memang bisa memicu silent hypoxia. Namun, kondisi ini saja kemungkinan tidak cukup untuk menyebabkan penurunan oksigen hingga begitu rendah seperti yang tampak pada pasien COVID-19.
3. Penurunan rasio udara dan aliran darah
Paru membutuhkan rasio udara dan aliran darah yang normal, untuk berfungsi dengan baik. gangguan rasio udara dan aliran darah terjadi pada banyak penyakit pernapasan, misalnya asma. Peneliti pun menggunakan pemodelan komputer apakah COVID-19 mengganggu rasio udara dan aliran darah.
Ditemukan bahwa hal ini bisa menjadi kontributor untuk silent hypoxia berat pada pasien COVID-19. Berdasarkan pemodelan komputer, peneliti menyimpulkan bahwa untuk bisa menjadi penyebab silent hypoxia, ketidakseimbangan rasio harus terjadi pada bagian paru yang tidak tampak rusak atau abnormal melalui scan paru.
Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa kombinasi 3 faktor di atas bisa menjadi penyebab silent hypoxia berat pada beberapa pasien COVID-19. Tiap orang memiliki respons berbeda terhadap virus SARS-CoV-2. Hasil penelitian ini bisa membantu dokter memilih pengobatan yang tepat untuk pasien. Misalnya dengan memberi obat yang membantu menciutkan pembuluh darah, menurunkan gumpalan darah, atau memperbaiki rasio udara dan aliran darah. (nid)
___________________________________________