Berat badan Nora (bukan nama sebenarnya) 133 kg. Dengan tinggi 173 cm, berat badannya termasuk berlebih. “Aku gemuk karena faktor genetik, ditambah pola makan tidak terkontrol. Mamaku gemuk, kedua saudara laki-lakiku gemuk. Untungnya papa tinggi. Kalau pendek, wah …. ha ha ha,” ujarnya.
Untungnya dia rajin olahraga dan banyak bergerak. “Sehari tidak olahraga, rasanya badan tidak enak,” ujarnya.
Sejak kecil Nora sudah gemuk, dan ketika di SMA beratnya 120 kg. Ingin langsing sudah pasti. Ia konsultasi ke dokter spesialis gizi. “Diberi obat yang seperti doping untuk memforsir tenaga, dan saya jadi nggak doyan makan. Dalam 3 bulan berat badan turun 40 kg.”
Ia melakukan itu karena mau merayakan sweet seventeen. Sang mama protes. “Mukamu jadi peyot, jangan lagi diminum obatnya,” Nora menirukan sang mama. “Jadi, aku mulai makan lagi dan berat badan naik lagi.”
Itu berlangsung sampai ia berusia 30 tahun. Ia mengaku sangat doyan makan. Pernah hand phone isinya sebagian besar nomor kontak restoran. Sebagai akuntan yang kerap bekerja sampai larut malam, makanan siap saji menjadi pilihan utama untuk mengganjal perut.
“Tengah malam saya telepon KFC. Atau bikin mie instan 3 bungkus. Martabak manis satu loyang, kalau belum habis belum bisa tidur, ha ha ha.”
Ukuran celananya XXXL “Pakai merek Mark & Spencer size 26. Jeansku bisa dibikin horden.” Berat badannya melambung sampai 133 kg. Pernah mencoba bermacam diet, pil pengurus sampai herbal; tidak berhasil. Berat badan turun sebentar, kemudian membal lagi. “Aku oke minum teh atau susu untuk diet, tapi kalau disuruh tidak makan nasi nggak bisa, ha ha ha.” Akibat kegemukan, ia kerap sesak nafas saat tidur. “Sebulan bisa 2x ke UGD, gara-gara napas mampet kronis.”
Olahraga saja tidak cukup
Capek bolak-balik ke UGD, dan atas dorongan suami, Nora masuk gym yang pernah ditinggalkan. Menggunakan jasas personal trainer, sekitar 5 bulan berat badannya tidak bergeser.
“Saya tanya ke pelatih, apa yang salah? Dia balik tanya: makannya diatur tidak? Aku bilang tidak. Aku tidak bisa masak dan lebih senang makanan instan.” Ia ikut paket makanan khusus penurun berat badan selama 1,5 bulan. Seminggu pertama, ahli gizi datang ke rumah, interview ia sukanya makan apa, kegiatannya apa saja lalu dihitung berapa kebutuhan kalorinya dan diterjemahkan menjadi 3x makan besar dan 2x snack.
Dua minggu pertama terasa menyiksa. Biasa makan sebakul menjadi seuprit, membuat Nora stres. Apalagi nasi diganti jagung, singkong atau nasi merah. Minyak dan garam dipilih yang khusus.
“Karena tetap nge-gym, aku takut pingsan karena kurang makan. Aku telepon ahli gizi, kalau malam lapar bagaimana solusinya? Aku bilang, makanan diet cuma sampai leher, ha ha ha. Aku disarankan membuat agar-agar dari nutrigel, tanpa gula.”
Ternyata ketakutannya tak beralasan. Masuk minggu ke 3, ia sudah bisa beradaptasi dengan pola makan baru. Menjalani diet dan olahraga tiap hari, berat badannya turun 20 kg.
Kemudian, ia memutuskan untuk merumuskan sendiri menu makannya. Makan gado-gado bumbunya dipisah dan hanya dicocol, makan yang dikukus, sup atau hanya makan lauk tanpa nasi ketika menghadiri jamuan makan.
“Tiga tahun lalu saya sedang getol-getol-nya olahraga. Selasa dan Kamis boxing. Senin, Rabu, Jumat ke gym sampai 4 jam. Minggu berenang. Berat badan turun menjadi 80 kilo,” paparnya.
Ia ingin badannya berat karena massa otot, bukan karena lemak.” Itu sebabnya aku pilih olahraga kardio dan angkat beban.”
Mendisiplinkan otak
Apa rahasia bisa menurun berat badan? “Kontrol nafsu makan. Harus bisa mendisiplinkan otak, untuk tidak melulu memikirkan makanan.” Ada jargon “kamu adalah apa yang kamu makan (you are what you eat)”. Nora menjelaskan, pada banyak orang, terutama wanita, gemuk sebabnya karena “lapar mata”; gampang kepingin ketika melihat makanan.
“Bakwan lebih dari 100 kalori. Satu donat J.CO kalorinya 500. Sekarang saya ngeri melihat makanan seperti itu.”
Ia tidak lagi menyalahkan faktor genetik. Berat badan turun, tergantung niat. “Menurutku liposuction (sedot lemak) hanya buang-buang duit, jika tidak menjaga makanan.”
Menyaksikan acara TV The Biggest Loser, ia termotivasi menjaga pola makan. “Pernah mau ikut acara Bye Bye Big. Tidak diterima karena aku sudah diet, dan beratku sudah 80 kg,” tukas Nora. (jie)