Penderita orthorexia hanya mau mengonsumsi makanan sehat seperti makanan organik. Karena terlalu pilih-pilih makanan, akibatnya bisa kurang gizi dan depresi. Pilih sayuran organik. Ganti beras putih dengan beras merah. Makan malam sedikit saja dan jauhi makanan bersantan. Itu yang harus dilakukan agar berat badan ideal dan badan sehat.
Idealnya, kita memang mengonsumsi makanan yang sehat. Jika terobsesi dengan makanan sehat, ternyata tidak baik juga. Menurut dr. Grace Judio-Kahl, MSc, MH, Cht, dari Klinik lightHOUSE, Jakarta, mereka yang terobsesi dengan makanan sehat disebut orthorexia. “Mereka paranoid terhadap makanan yang dianggap tidak sehat, atau makanan yang dinilai bisa menyebabkan penyakit. Akibatnya, mereka mati-matian menjalankan diet yang menurut mereka sempurna,” ujarnya.
Menjadi tidak sehat, karena orthorexia bisa menyebabkan seseorang mengalami gangguan elektrolit bahkan kurang gizi. Mereka takut makan protein hewani dengan alasan hewan itu disuntik obat. Kalau pun hewan seperti sapi tidak disuntik, kadar kolesterolnya tinggi.
Menurut dr. Grace yang juga seorang behaviour scientist, pakar berpendapat bahwa orthorexia merupakan bagian dari anorexia nervosa. Bedanya, kalau anorexia orang ingin kurus. Orthorexia tidak masalah dengan berat bahkan mungkin tidak ingin kurus, karena beranggapan kurus juga rawan penyakit. Yang penting makanan harus sehat, agar tubuh tetap sehat.
Menjadi orthorexia karena mendapatkan informasi kesehatan yang kurang dapat dipertanggung jawabkan, tetapi mereka percaya. Mereka ogah membeli dan mengonsumsi makanan yang mengandung pestisida atau herbisida. Atau yang mengandung pewarna buatan, penyedap rasa, lemak tidak sehat, gula atau garam tambahan.
Saat berbelanja, mereka menghabiskan banyak waktu untuk membaca label makanan. Saat memasak, bahan makanan dicuci beberapa kali untuk memastikan tidak ada/meminimalkan bakteri. Banyak penderita orthorexia yang hanya makan makanan yang disiapkan sendiri, atau hanya memakan sayuran dan buah-buahan.
Akibatnya justru berdampak buruk pada kesehatannya. Mereka yang menderita orthorexia berisiko kekurangan protein, zat besi, vitamin B dan nutrisi esensial lain. “Pada banyak kasus, akhirnya mereka kehilangan berat badan, walau itu bukan tujuan. “Mereka beranggapan, yang disebut makanan sehat harus organik, dan sebagainya,” tambah dr. Grace.
Selain pada fisik, dampaknya juga pada mental dan lingkungan sosial. Penderita orthorexia cenderung menghindari restoran, makan di rumah orang lain atau pesta/makan bersama. Karena mengisolasi diri, akibatnya bisa menjadi bumerang. Sejawat atau tetangga bisa sebal melihat perilakunya dan akhirnya yang bersangkutan mengalami depresi.
Penderita orthorexia perlu pertolongan dokter dan terapis, untuk menghindari obsesinya yang semakin besar pada makanan sehat. Juga, agar kebutuhan gizinya tetap terpenuhi. (jie)
Ilustrasi: Food photo created by freepik - www.freepik.com