Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama jantung yang biasanya terjadi pada lansia. Di satu sisi pikun (demensia) juga terjadi pada lansia. Teranyata ada hubungan sebab akibat antara FA dengan demensia. Pikun bisa dipicu oleh fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium (FA) merupakan gangguan irama jantung akibat muncul banyak sumber listrik di serambi (atrium) jantung. Normalnya detak jantung dipicu oleh satu sumber listrik yang disebut sinus (SA) node.
Gangguan irama jantung ini adalah satu-satunya faktor risiko yang paling cepat menyebabkan stroke (jenis stroke sumbatan). Penyakit lain (hipertensi, diabetes, dll) membutuhkan waktu tahunan untuk menjadi stroke, sementara FA dalam hitungan hari bisa memicu stroke.
Stroke oleh FA menyebabkan kecacatan yang sangat berat, dan membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih lama. Dr. H. Salim Haris, SpS (K), dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) menjelaskan, bekuan darah dari jantung (akibat FA) lebih mudah “lari” ke otak bagian kiri dari pada bagian kanan.
Ketika otak kiri terserang stroke, dapat muncul beragam gangguan mulai dari memahami bahasa dan bicara, kelumpuhan anggota tubuh bagian kanan, kelumpuhan saraf sensori bagian kanan, gangguan penglihatan sampai gangguan ingatan.
“Kalau kena stroke, kemudian tidak bisa bicara, angka depresi 3 bulan pertama sangat tinggi. Sehingga risiko penderitaan dan fatalitasnya lebih tinggi (dibanding stroke di otak kanan),” papar dr. Salim.
Demensia
Penelitian menyatakan bahwa sumbatan di otak dalam skala kecil (akibat FA) dapat menyebabkan demensia (kepikunan). Peneliti menduga ini disebabkan oleh penurunan suplai darah di otak.
Peneliti mengatakan bahwa parsitipan yang menderita FA, memiliki nilai skor tes kognitif yang lebih rendah. Studi ini melibatkan sekitar 5.000 orang berusia 65 tahun ke atas yang melakukan tes kognitif setiap tahun, selama 7 tahun. Sekitar 11 % peserta diketahui mengalami FA. Nilai tertinggi tes ini adalah 100 poin.
Pada partisipan FA berusia 80 tahun, rata-rata memiliki penurunan 10 - 7 poin pada 2 tes kognitif yang berbeda dalam jangka waktu 5 tahun. Sementara pada peserta yang tidak memiliki FA, penurunan skor kognitifnya hanya 6 - 5 poin. Rata-rata penurunan ini berbeda pada tiap usia. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal medis dari American Academy of Neurology.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh M. Arfan Ikram dari Erasmus Medical Center di Rotterdam, Belanda menunjukkan bahwa FA berhubungan dengan peningkatan demensia dalam 20 tahun mendatang.
Studi ini mengevaluasi lebih dari 6.500 orang (rerata usia > 55 tahun) yang tidak memiliki tanda-tanda penurunan daya ingat. Peneliti mendapati 5% parsisipan sudah didiagnosa menderita FA, 20% lainnya menderita FA selama riset berlangsung (20 tahun).
Dilaporkan bahwa 15% parsipan mengalami demensia. Peneliti menyimpulkan bahwa FA meningkatkan risiko kepikunan sampai 33%. Utamanya pada penderita FA usia < 65 tahun. Semakin lama seseorang menderita FA, semakin tinggi pula risiko terkena demensia. (jie)