Tatty Elmir (Penulis, Jurnalis, Aktivis Indonesia)
dr. Azzaky, Sp.PD (Dokter, Reviewer Jurnal Dikti, Pemerhati Kesehatan)
Pada akhir 2019, dunia ramai memperbincangkan kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina akibat sebuah wabah yang telah menimpa daerah tersebut. Daerah tersebut terinfeksi wabah bernama Coronavirus Disease 2019 (selanjutnya disebut COVID-19) yang dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Di akhir bulan Januari 2020, secara resmi WHO menetapkan kasus ini sebagai pandemi karena persebaran virus yang sangat luas ke banyak negara dan angka kematian yang cukup tinggi.
Di Indonesia, kasus COVID-19 pertama kali menimpa dua warga Depok, Jawa Barat awal bulan Maret lalu. Hingga hari ini (28 Maret 2020) kasus COVID-19 di Indonesia telah memasuki angka 1.155 positif terinfeksi COVID-19, 102 meninggal dunia dan 59 berhasil sembuh. Berbagai langkah telah diupayakan pemerintah untuk meredam pandemi virus ini.
Social distancing
Langkah yang diambil Indonesia untuk memerangi pandemi ini adalah menerapkan imbauan bekerja, belajar dan beribadah di rumah Sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pemerintah Indonesia ingin agar warganya melakukan karantina mandiri di rumah selam 14 hari. Selanjutnya, Indonesia menerapkan social distancing sebagai salah satu pencegahan penyebaran virus. Jika diartikan secara bahasa, social distancing berarti pembatasan sosial. Sedangkan menurut Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID-19 di Indonesia, pembatasan sosial adalah pembatasan kegiatan tertentu pada penduduk dalam suatu wilayah. Pembatasan ini bertujuan untuk mengurangi interaksi sosial dengan tetap tinggal di rumah dan membatasi penggunaan transportasi publik.
Social distancing dilakukan oleh semua orang di wilayah yang diduga terinfeksi penyakit. Hal ini dikarenakan virus COVID-19 dapat bertahan beberapa jam di udara sesuai dengan kondisi jenis permukaan, suhu atau kelembaban lingkungan. Untuk itu, penerapan social distancing menjadi sangat penting untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit di wilayah tertentu. Namun akhir-akhir ini, WHO mengubah frasa social distancing menjadi physical distancing yang artinya jaga jarak fisik. Kedepannya, WHO akan menggunakan frasa ini untuk memerangi pandemi COVID-19. WHO ingin menyampaikan bahwa menjaga jarak dan karantina mandiri jika sedang sakit bukan berarti menjadikan seseorang terisolasi secara sosial. Setiap orang diminta untuk tetap berinteraksi sosial seperti biasa namun tidak memerlukan kehadiran fisik secara langsung. Hal ini dapat disiasati dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang ada sehingga akan menekan penyebaran virus.
Berikut beberapa pembatasan interaksi fisik untuk memerangi pandemi COVID-19:
- Tidak berkumpul atau berada pada keramaian atau tempat umum. Apabila dalam situasi dan kondisi berada pada keramaian, gunakan masker.
- Tidak mengadakan kegiatan yang melibatkan banyak orang.
- Hindari bepergian ke luar kota dan luar negeri.
- Hindari bepergian ke tempat wisata.
- Mengurangi frekuensi keluar rumah (untuk berbelanja). Usahakan hanya keluar saat benar-benar butuh.
- Menerapkan Work From Home (WFH)
- Menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter
Indonesia juga menerapkan kampanye #dirumahaja untuk memutus rantai penyebaran virus. Dengan begini, diharapkan semua orang dapat bekerja sama untuk meringankan tenaga kesehatan dan menekan jumlah orang yang terinfeksi COVID-19.
Lockdown
Langkah pencegahan COVID-19 selanjutnya adalah lockdown. Lockdown ini memiliki makna bahwa setiap orang tidak boleh meninggalkan tempat tinggalnya sama sekali. Bahkan ruang geraknya dibatasi. Meskipun fasilitas publik seperti supermarket, apotek dan rumah sakit tetap buka, setiap orang tidak bisa dengan bebas keluar masuk tempat tersebut. Setidaknya sebanyak 16 negara di dunia telah memberlakukan lockdown di negaranya. Berikut beberapa negara yang telah melakukan lockdown:
China
Di negara ini, virus COVID-19 pertama kali ditemukan. Hampir seluruh warga negaranya terinfeksi. Untuk itu otoritas China memberlakukan lockdown di 16 kota yang ada di China sejak 23 Januari 2020. Hal ini bertujuan untuk menekan penyebara virus yang juga menyebabkan ribuan warganya meninggal dunia.
Italia
Negara ini merupakan negara kedua setelah China dengan penyebaran virus paling banyak di dunia. Bahkan, kasus kematian di negara ini dilaporkan melampaui kasus di China. Akhirnya pemerintah Italia secara resmi menerapkan lockdown di negaranya mulai 10 Maret 2020. Penjagaan di negara ini super ketat. Bahkan warga yang ingin bepergian diwajibkan membuat surat pernyataan. Meskipun begitu, apotek dan supermarket tetap buka untuk melayani warga Italia.
Spanyol
Negara Spanyol menjadi negara Eropa kedua setelah Italia yang melakukan karantina nasional sejak 14 Maret 2020.
Dari beberapa negara tersebut menggambarkan bahwa banyak langkah yang diambil pemerintah atau otoritas negara untuk memerangi pandemi COVID-19. Seiap langkah yang diambil juga pastinya berdampak pada keberlangsungan negara tersebut mulai dari sisi ekonomi, pariwisata, dan sosial.
Namun di balik semua itu, ada pelajaran penting yang perlu diambil dalam COVID-19 ini. Bahwa diperlukan kekompakan dan rasa solidaritas serta gotong royong agar pandemi ini segera berakhir. Mulai dari individu sampai tahap paling tinggi yaitu negara.
Yuk bantu tenaga kesehatan dengan #dirumah aja. Tetap jaga kesehatan. Jangan panik. Tetap waspada.
(Disadur dari berbagai sumber)
____________________________________________