Indonesia termasuk ke dalam daerah ‘sabuk’ batu ginjal (stone belt) atau negara yang populasi penduduknya banyak menderita batu ginjal. Beruntung Negara kita dilimpahi dengan aneka ragam tumbuhan yang bisa menjadi obat. Tempuyung dikenal sebagai tanaman peluruh batu ginjal.
Daerah stone belt biasanya berada di daerah katulistiwa yang beriklim panas, namun penduduknya kurang minum. Ini menyebabkan masyarakatnya lebih rentan memiliki batu ginjal, apalagi ditambah pola makan yang tinggi lemak dan asam urat.
Di satu sisi, tempuyung (Sonchus arvensis) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang memiliki khasiat sebagai peluruh batu ginjal. Tanaman ini tumbuh menahun, tegak dan mempunyai akar tunggang yang kuat. Banyak tumbuh pada ketinggian 50 - 1.650 m dpl.
Tempuyung menyukai tempat terbuka atau sedikit terlindung, seperti tebing, pematang dan saluran air. Tinggi tanaman bisa mencapai dua meter, daun tunggal berwarna hijau, berbentuk lonjong dengan ujung runcing.
Warna kuning cerah, merupakan ciri khas bunga tempuyung.
Peluruh batu ginjal
Sebagai tanaman obat, bagian utama yang dimanfaatkan adalah akar, daun, batang dan bunga. Secara tradisional, tempuyung digunakan untuk menghancurkan batu ginjal.
Dalam konsep pengobatan tradisional China, daun tempuyung dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati berbagai penyakit, selain batu ginjal, batu kandung kemih dan batu di kantong empedu.
Penelitian lama oleh Prof. Dr. Sarjito dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menunjukkan, kalium dalam tempuyung dapat membantu menghancurkan batu ginjal.
Riset itu dilakukan dengan merendam batu ginjal dalam rebusan daun tempuyung pada suhu kamar dan pada suhu 30-35°C. Dalam percobaannya batu ginjal yang dimasukkan dalam ektrak cairan tempuyung, ada yang digoyang untuk menstimulasikan gerakan tubuh manusia, ada pula yang tidak.
Setelah itu batu ditimbang dan kalsium dalam larutan diukur secara kimia. Hasilnya, semua batu ginjal berkurang bobotnya.
Penelitian lain melaporkan, kandungan flavonoid total dalam daun tempuyung sekitar 0,1% sedangkan bagian akar mencapai 0,5%. Golongan flavonoid yang terbesar merupakan apigenin-7-O-glukosida.
Flavonoid tersebut berpotensi cukup baik untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase dan superoksidase, yang berperan sebagai katalisator pembentukan asam urat. Seperti diketahui, kandungan asam urat yang berlebih bisa memicu terjadinya batu ginjal.
Secara tradisional tempuyung segar atau kering dapat digunakan untuk pengobatan. Baik dalam bentuk ramuan, maupun tunggal dengan cara merebus. Tempuyung segar sekitar 5-10 gram direbus dalam air 800 cc (sekitar 4 gelas) hingga mendidih dan tinggal 2 gelas.
Dinginkan dan minum 2 kali per hari 1 gelas, satu jam sebelum makan atau 2-3 jam setelah makan. Agar kualitas rebusan terjaga, sebaiknya rebusan diminum tidak lebih dari 1x24 jam. Sebaiknya, bahan yang sudah direbus tidak direbus lagi. (jie)