Beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan Perancis Olivier Veran mencuit bila minum ibuprofen atau obat antiperadangan lain mungkin bisa memperparah infeksi virus corona. Pendapat ini masih kontroversial dikalangan medis.
Ibuprofen adalah golongan obat antiperadangan non steroid (OAINS) yang banyak diresepkan untuk mengobati demam, misalnya karena flu atau selesma. Obat demam jenis lain seperti parasetamol atau asetaminofen.
Beberapa dokter mensetujui anggapan tersebut, dan memperingatkan bila konsumsi obat anti-inflamasi (antiperadangan) justru bisa menghambat respons tubuh terhadap infeksi.
Dikutip dari dailymail, profesor Ian Jones, ahli virus dari University of Reading, Inggris, mengatakan saran tersebut berhubungan dengan mekanisme antiperadangan ibuprofen memperlambat daya tahan tubuh sehingga bisa menghambat penyembuhan.
“Selain itu, ini didasarkan adanya kesamaan antara virus SARS CoV-1 dan virus baru ini (SARS CoV-2 / COVID-19), bahwa virus mengurangi enzim kunci yang mengatur sebagian konsentrasi air dan garam dalam darah, dalam kasus-kasus ekstrim bisa menjadi pemicu pneumonia.”
Belum cukup bukti
Namun begitu, Dinas Kesehatan Publik Inggris (PHE) menjelaskan belum ada cukup informasi mengenai dampak negatif pemakaian ibuprofen pada kasus COVID-19 yang mengharuskan pasien untuk berhenti memakai ibuprofen.
Dilansir dari independent. co.uk, juru bicara PHE mengatakan, “Hingga saat ini belum ada bukti penelitian bila ibuprofen meningkatkan risiko terkena COVID-19 atau membuat penyakitnya lebih berat. Juga tidak ditemukan bukti yang menyatakan ibuprofen memperburuk penyakit infeksi pernapasan lainnya.”
Di satu sisi Dr. Tom Wingfield, dari Liverpool School of Tropical Medicine, Inggris, mengatakan pemberian parasetamol lebih disukai karena risiko efek sampingnya yang lebih kecil bila dikonsumsi jangka panjang.
“Parasetamol lebih disukai untuk diresepkan, dibanding OAINS seperti ibuprofen, untuk mengurangi gejala infeksi seperti demam. Ini disebabkan bila dikonsumsi sesuai dosis, risiko efek samping lebih kecil,” katanya.
Diketahui efek samping pemakaian jangka panjang ibuprofen dan OAINS lain termasuk gangguan pencernaan, tukak lambung, sakit kepala, reaksi alergi, dan pada kasus yang jarang menyebabkan gangguan hati dan ginjal.
Menurut Dr. Charlotte Warren-Gash, profesor epidemiologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, rekomendasi pemakaian ibuprofen dan OAINS lainnya adalah dengan dosis terkecil dan sesingkat mungkin, untuk menghindari efek samping.
Peneli dari University of Southampton, Inggris tahun 2013 menemukan bila kombinasi parasetamol dan ibuprofen tidak disarankan, dan ibuprofen bisa memperlambat proses penyembuhan.
Apakah harus berganti ke parasetamol?
Otoritas Kesehatan Inggris (NHS) menyatakan masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi ibuprofen : “Sebagian besar penderita virus corona memiliki gejala ringan dan beberapa orang mungkin membutuhkan obat seperti parasetamol atau ibuprofen untuk membantu menurunkan suhu tubuh, mengurangi sakit kepala dan nyeri lainnya. Selalu ikuti petunjuk yang tertera di label dan jangan konsumsi dalam dosis berlebih.”
NHS juga mengatakan bahwa parasetamol atau ibuprofen keduanya cocok untuk mengobati gejala di rumah. Ganti obat yang dikonsumsi jangka panjang hanya dengan persetujuan dokter.
Bagaimana ibuprofen dan parasetamol bekerja
Parasetamol dan ibuprofen merupakan dua macam pereda nyeri dan anti-inflamasi yang banyak dipakai untuk gejala demam. Dua obat tersebut bekerja dengan cara yang berbeda, tetapi saling melengkapi.
Ibuprofen menghalangi produksi berbagai kimiawi di dalam tubuh. Ini termasuk prostaglandin, yang diproduksi sebagai respons terhadap cedera atau penyakit dan menyebabkan inflamasi (radang).
Ibuprofen diminum dalam sediaan pil atau cairan untuk mengurangi nyeri dan peradangan. Biasa dipakai untuk mengurangi nyeri sendi. Secara umum memiliki efek samping yang rendah, walau berpotensi menyebabkan perdarahan saluran cerna, kerusakan ginjal atau reaksi alergi.
Ibuprofen tidak boleh diminum oleh mereka yang memiliki alergi pada aspirin.
Sedangkan parasetamol menghalangi produksi prostaglandin, tetapi hanya di otak dan sumsum tulang belakang. Ia menurunkan suhu dengan bertindak pada area otak yang bertanggungjawab untuk mengendalikan suhu.
Efek samping parasetamol seperti ruam, atau bengkak, tergolong jarang terjadi. (jie)