Cokelat disukai oleh anak-anak dan orang dewasa sebagai camilan maupun hadiah ulang tahun atau persahabatan.
Tapi di balik rasanya yang enak itu, hasil olahan dari biji kakao ini mengandung kadmium. Ini zat beracun yang membahayakan ginjal dan meningkatkan risiko kanker pada manusia.
Dibanding logam berat lain yang mematikan dalam jumlah sangat kecil seperti arsenik, kadmium memang tampak tidak terlalu berbahaya. Namun, paparan kadmium dalam jangka panjang, walau jumlahnya kecil, dapat lebih berbahaya karena zat kimia ini dapat terakumulasi dalam tubuh dan memerlukan lebih dari 10-30 tahun untuk dicerna.
Karena itu, Komisi Eropa tahun lalu menurunkan batas atas jumlah kadmium dalam cokelat olahan yang bisa ditoleransi di kawasan tersebut menjadi 0,1-0,8 miligram per kilogram cokelat, tergantung jenis cokelatnya. Misalnya, dark chocolate punya batas kadmium yang lebih rendah dibandingkan cokelat susu. Semua cokelat impor yang masuk ke kawasan ini harus di bawah ambang batas tersebut.
Keputusan Komisi Eropa ini dipicu oleh hasil riset di sana yang menunjukkan bahwa walaupun paparan kadmium pada orang dewasa (yang bukan perokok) masih di bawah batas atas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), paparan zat ini melalui makanan pada anak-anak dapat mencapai dua kali lipat dari batas aman.
Sementara itu, di Indonesia batas maksimum jumlah kadmium adalah 0,5 miligram per kg cokelat dan produk kakao. Jumlah ini kurang-lebih sama dengan batas maksimum kadmium untuk produk cokelat olahan dengan jumlah kakao lebih dari 30% di aturan baru Komisi Eropa.
Kadar kadium
Cokelat memang bukan satu-satunya makanan yang mengandung kadmium. Namun, karena cokelat kerap dikonsumsi semua usia, bahkan anak-anak, batas kandungan kadmium di dalamnya perlu diatur. Logam berat berwarna perak kebiruan itu kerap dikaitkan dengan masalah kepadatan tulang pada anak-anak.
Kandungan kadmium dalam cokelat olahan yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari bergantung pada proses pengolahan dan produsen cokelat.
Secara umum, kadar kadmium dalam cokelat olahan sangat kecil karena ada proses pencampuran berbagai bahan seperti susu, gula, atau sirup pada proses pembuatan cokelat olahan. Sementara kadar cokelatnya sendiri berkisar dari 10% (untuk cokelat susu) hingga 70-100% (untuk cokelat hitam). Tapi makan cokelat yang berlebihan dalam jangka lama akan meningkatkan kandungan kadmium dalam tubuh.
Sebuah riset yang dipublikasikan pada 2010 ihwal kandungan kadmium dalam cokelat bubuk yang berasal dari berbagai negara menunjukkan kandungan kadmium dapat mencapai 1,8 miligram per kg sampel cokelat bubuk dari Venezuela, melebihi batasan Uni Eropa yang 0,6 miligram kadmium per kg cokelat bubuk.
Sementara, riset kadmium pada produk olahan cokelat di Brazil, Amerika Serikat, dan India tak melebihi batas aman.
Dalam cokelat olahan yang mengandung 100% cokelat pun, berbagai proses pengolahan telah dilakukan. Mencampur biji cokelat dari beberapa sumber, misalnya, dapat mengurangi kadar kadmium dalam cokelat olahan. Ini karena besaran kandungan kadmium dalam biji cokelat bergantung pada lokasi dan kondisi tanah tempat tanaman cokelat tersebut ditanam, juga pada jenis tanaman cokelat itu sendiri.
Sayangnya WHO hanya memiliki batasan jumlah kadmium untuk biji cokelat kering, 0,3 miligram per kg. Adapun kadar maksimum kadmium yang dapat ditoleransi tubuh manusia, menurut WHO, 0,025 miligram per kg massa tubuh. Ini setara dengan 1,25 miligram kadmium untuk berat badan 50 kilogram per bulan.
Dengan standar WHO, potensi berbahaya muncul jika setiap bulan orang berbobot badan 50 kg mengkonsumsi cokelat lebih dari 12,5 kilogram cokelat olahan dengan 30% kakao versi batas atas Komisi Eropa atau 2,5 kilogram cokelat olahan menurut batas atas kadmium di Indonesia.
Pintu masuk bahaya
Paparan kadmium berlebihan melalui makanan berefek besar terhadap kesehatan ginjal, yaitu terganggunya proses reabsorbsi (misalnya penyerapan kembali garam protein yang masih dibutuhkan tubuh) pada unit penyaringan dalam ginjal.
Selain melalui makanan, paparan kadmium melalui udara diketahui dapat meningkatkan risiko kanker, menyebabkan sesak napas, iritasi paru-paru, dan kerusakan membran mukosa. Paparan kadmium melalui udara dalam kehidupan sehari-hari, misalnya terjadi melalui asap rokok.
Cemaran kadmium melalui air terungkap pada 1960-an di Jepang. Sebuah penelitian pada penyakit aneh yang telah berpuluh-puluh tahun diderita oleh warga di Prefektur Toyama menguak penyakit “itai-itai” diakibatkan oleh pencemaran logam berat, terutama kadmium, dari tambang di hulu Sungai Jinzu. Penyakit itai-itai ditandai dengan pelunakan tulang, pengeroposan tulang, dan kerusakan pada ginjal.
Penderita penyakit ini mengeluhkan sakit pada bagian tulang punggung dan persendian akibat berkurangnya kepadatan tulang yang dikaitkan dengan efek beracun kadmium. Namun, perlu diingat ini adalah kasus ekstrem yang disebabkan oleh keracunan kadmium dalam jumlah besar secara kronis.
Mengapa makanan mengandung kadmium
Tumbuhan dapat menyerap dan mengakumulasi kadmium dari air dalam tanah.
Tanaman cokelat, misalnya dapat menyerap kadmium melalui akar dan menyimpannya di daun dan biji cokelat. Penyerapan ini dapat dipengaruhi oleh keasaman tanah dan jumlah kadmium yang tersedia dalam tanah.
Karena itu, lokasi geografis dapat mempengaruhi kandungan kadmium dalam tanaman. Tanah volkanik, misalnya, dapat mengandung kadmium dalam jumlah yang lebih tinggi. Namun selain itu, pencemaran lingkungan dan penggunaan pupuk yang mengandung kadmium secara berlebih juga merupakan faktor yang mempengaruhi kadar kadmium dalam tanah.
Dalam kasus penyakit itai-itai di Jepang, misalnya, kadmium dalam air tambang mengalir dan mencemari sumber air yang digunakan untuk irigasi warga sekitar. Pencemaran melalui air ini juga mencemari ekosistem perairan seperti sungai dan laut.
Selain tindakan preventif, remediasi (membersihkan tanah yang tercemar) adalah salah satu solusi untuk menurunkan kadar kadmium di lingkungan.
Mengurangi paparan kadmium
Cara termudah untuk mengurangi risiko paparan kadmium dalam kehidupan sehari-hari adalah hindari bahan-bahan yang berpotensi mengandung kadmium dalam jumlah besar.
Misalnya dengan membatasi konsumsi cokelat, juga kerang-kerangan yang diambil dari perairan yang tercemar, tanaman yang dipanen dari tanah yang tercemar, atau hindari rokok dan asap rokok untuk menghindari kadmium lewat udara.
Tingginya jumlah kadmium dalam berbagai bahan makanan yang kita temui sehari-hari disebabkan oleh pencemaran lingkungan. Karena itu, cara paling tepat untuk mengurangi paparan kadmium adalah jagalah lingkungan dari potensi pencemaran kadmium itu sendiri.
Membuang baterai NiCd (nikel-kadmium) dengan benar, memakai pupuk yang mengandung kadmium dalam kadar yang tepat, dan memonitor kandungan kadmium pada lingkungan di sekitar pembuangan limbah adalah beberapa contoh tindakan preventif yang dapat mengurangi paparan kadmium di masyarakat.
Mila Sari, PhD Researcher in Chemistry, University of Hull
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
_____________________________________________