Secara anatomis, tubuh perempuan berbeda dengan laki-laki, termasuk pembuluh darahnya. “Pembuluh darah koroner laki-laki ‘kekar’; pada perempuan kecil dan langsing,” ujar dr. Anna Ulfah Rahajoe, Sp.JP(K). Ini yang membuat PJK pada perempuan sering tidak terdiagnosis melalui kateterisasi.
Kini banyak diperbincangkan penyakit mikrovaskular koroner, yakni gangguan yang terjadi pada pembuluh darah koroner kecil. Sebagai informasi, darah mengalir ke otot-otot jantung melalui tiga arteri koroner besar, lalu mengalir ke ribuan cabang arteri yang lebih kecil, disebut arteriola. Arteri koroner besar (diameter 1-4 mm) berfungsi untuk distribusi darah. Arteri kecil (diameter 0,1-0,5 mm) selain mendistribusikan darah, mengatur tekanan dan aliran darah. Arteriola berperan seperti “keran”, yang menaik turunkan aliran darah, sesuai kebutuhan tubuh.
Penyakit mikrovaskular koroner terjadi ketika terbentuk plak di arteri kecil; arteri menegang; atau dinding arteri kecil rusak, sehingga otot jantung tidak mendapat cukup aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi. Plak tidak selalu menyebabkan sumbatan seperti pada PJK ‘biasa’, tapi sama berbahaya; bisa menyebabkan serangan jantung dan gagal jantung.
Penyakit mikrovaskular koroner lebih banyak terjadi pada perempuan. Ditengarai, karena turunnya kadar estrogen setelah menopause, disertai faktor risiko. Gejalanya antara lain nafas pendek, gangguan tidur, kelelahan, dan kurang energi. Gejala PJK biasanya muncul saat beraktivitas fisik misalnya olahraga. Sebaliknya, gejala penyakit mikrovaskular koroner sering saat tidak beraktivitas atau mengalami stres.
Pemeriksaan standar seperti angiogram dan ekokardiogram, sering tidak berhasil mendeteksi penyakit mikrovaskular koroner. Tes spesifik untuk mikrovaskular koroner antara lain EKG dan exercise stress test, CT angiogram dan MRI kardio.
Mengobati penyakit jantung mahal dan tidak mudah, meski ditanggung BPJS Kesehatan. “Penduduk Indonesia 250 juta, dokter jantung hanya 750 orang,” ucap dr. Anna. Singapura memiliki 150 dokter spesialis jantung untuk 5 juta penduduk. Di negara maju, angka kematian akibat PKV turun. Selain karena pengobatan yang bagus; 60-70% karena upaya promosi dan pencegahan.
Bagi perempuan, respon terhadap obat dan terapi berbeda. “Penelitian terhadap obat, operasi dan lain-lain lebih banyak dilakukan pada laki-laki,” papar dr. Antonia Anna Lukito, Sp.JP, FIHA, FAPSIC. Perempuan perlu menjalankan pola hidup sehat: kurangi makanan tinggi karbohidrat sederhana yang berpotensi menyebabkan diabetes tipe 2, kurangi asin yang bisa memicu hipertensi,batasi lemak jenuh yang bisa menimbulkan kolesterol tinggi. Konsumsi sayur dan buah sebagai sumber serat, vitamin, mineral dan antioksidan 5 porsi/hari sesuai anjuran WHO.
Dan olahraga. “Perempuan harus aktif sejak muda,” tandas dr. Antonia. Rekomendasi WHO, jalan kaki 3 km selama 30 menit, 5x seminggu. Olahraga apa saja bisa dilakukan, yang penting rutin dan teratur. Olahraga menjaga metabolisme tubuh, membakar kalori dan lemak sehingga menjaga berat badan (BB), dan menyehatkan pembuluh darah.
Mulai gaya hidup sehat dengan cara sederhana. Bila sulit meluangkan waktu untuk olahraga, usahakan senam di sela jeda iklan TV. Ngemil, ganti dengan buah yang tidak terlalu manis. Hindari softdrink dan cukup minum manis 1 cangkir sehari. (nid)
Ilustrasi: Jefty Matricio from Pixabay