Bumi gelap gulita kala Amaterasu, Dewi Matahari Jepang, bersembunyi di gua karena kesal akibat kekacauan yang ditimbulkan adiknya Dewa Badai, Susano-O. Para dewa mengupayakan segala cara agar Amaterasu mau keluar dari gua dan kembali menerangi bumi. Pada berbagai kepercayaan kuno, matahari selalu diagungkan. Selain sumber cahaya, matahari merupakan sumber energi yang dapat memberi kehidupan kepada semua mahluk di bumi.
Sinar matahari melimpah di negara kita yang terletak di garis Khatulistiwa. Matahari bersinar sepanjang tahun, dengan rerata 12 jam/hari. Ternyata hal ini memiliki ‘sisi gelap’, yakni efek kurang baik pada kulit. “Penuaan kulit umumnya karena dampak buruk sinar matahari,” terang dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK.
Ada 11 tingkatan/derajat ‘kegarangan’ sinar matahari. Indonesia memiliki derajat tertinggi yakni 11 atau 11+, yang berarti paparannya sangat kuat. Adapun tipe kulit ada 6; tipe 1-2 orang Kaukasia, 3-4 orang Asia, 5-6 orang Afrika. Tipe kulit 3-4 tidak cepat terbakar, tapi mudah menjadi gelap. Sebenarnya, efek menggelap bersifat sementara; kulit bisa kembali ke warna aslinya. Namun bila kulit terus menerus terpapar, warna gelap akan menetap.
Sinar matahari mengandung sinar yang tidak bisa dilihat dan dirasakan, disebut sinar ultraviolet (UV). Ada tiga jenis UV: UVA, UVB dan UVC. UVC sangat berbahaya. Untungnya, sinar ini diserap lapisan ozon, sehingga tidak sampai ke bumi. Berbeda dengan UVA dan UVB. (nid)