Vitiligo merupakan kondisi di mana kulit kehilangan pigmen normalnya dan menjadi putih susu. Menyerang pria atau wanita sama banyaknya, baik pada anak-anak atau dewasa. International Journal of Dermatology (2012) mencatat prevalensi vitiligo sekitar 0,5-2% dari total populasi suatu daerah.
Pada kondisi normal, warna kulit, rambut dan mata ditentukan oleh pigmen yang disebut melanin. Penderita vitiligo mengalami kelainan, di mana sel-sel melanosit yang memroduksi melanin tidak berfungsi.
Ada beberapa hal yang memicu munculnya vitiligo, mulai dari faktor genetik, stres oksidatif, gangguan sistem imun (penyakit autoimun) dan paparan zat kimia dari lingkungan.
“Riset di India menyatakan kejadian vitiligo hingga 8,8%, ini jauh dari angka di negara-negara lain. Ternyata ditengarai akibat pekerjaan yang mengakibatkan mereka terpapar zat kimia terus-menerus,” terang dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV, dari Klinik Pramudia, Jakarta.
Zat kimia phenol diketahui bersifat racun dan bisa menyebabkan depigmentasi (hilangnya pigmen) kulit. Phenol banyak terdapat pada produk-produk cat rambut, khususnya cat rambut permanen.
Menurut Jayaganesh Sankar, dkk., dalam Asian Journal of Applied Science (2017) cat rambut permanen disebut juga pewarna rambut oksidasi, karena menggunakan zat pengoksidasi untuk mengembangkan warna baru.
Cat rambut permanen umumnya mengandung kimia p-diamines dan p-amino phenol untuk membentuk zat antara aktif. Bahan antara aktif bereaksi lebih lanjut dengan coupler dan memberikan warna rambut baru yang tahan terhadap sampo.
“Cat rambut yang mengandung phenol pada penggunaan jangka panjang ditakutkan merusak sel melanosit. Jadi disarankan bila hendak mengecat rambut sebaiknya dibaca kandungannya. Jangan terlalu sering mengecat rambut, atau gunakan cat rambut yang semi permanen,” urai dr. Dian dalam seminar Vitiligo Munculnya Si Putih Yang Tidak Diharapkan, di Jakarta (20/11/2019).
Phenol dalam produk lain
Konsentrasi phenol yang tinggi juga diketahui ada pada produk-produk pembersih dan disinfektan untuk keperluan rumah tangga. Biasanya petunjuk pengenceran tertulis di dalam kemasan. Sayangnya instruksi ini sering diabaikan, dan pemakaian dalam konsentrasi tinggi lebih banyak dilakukan.
DeBono R dan Laitung G, dari Department of Plastic Surgery, Royal Preston Hospital, Inggris, menulis peralatan pembersih, seperti ember atau kain pel, kadang disimpan tanpa terlebih dulu dibilas dengan air bersih. Karena air menguap lebih cepat dibanding phenol, maka phenol akan tersimpan dalam pel, ember atau sikat.
Sangat dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan saat memakai produk-produk pembersih tersebut dan membersihkan peralatan setelah pemakaian.
Konsentrasi phenol dalam jumlah tinggi selain berisiko menyebabkan vitiligo juga menyebabkan luka bakar. (jie)