Meski merasa bersalah, Bimo (30 tahun) tetap menghisap rokoknya. Resolusi akhir tahun lalu untuk berhenti merokok selalu gagal, walau ia tahu rokok berbahaya bagi kesehatan. Bimo adalah satu dari 95% orang yang gagal berhenti merokok tanpa bantuan. Penyebabnya boleh jadi karena mereka belum merasakan langsung bahwa rokok itu jahat.
Detektor kadar CO (karbon monoksida) dalam napas, Smokerlyzer, bisa menjadi alat bantu berhenti merokok. Alat ini mengukur kadar CO dalam napas dengan satuan ppm (part-per-million), ditunjukkan dengan lampu indikator.
Angka 1 (hijau) menunjukkan kadar CO 0-6 ppm yang berarti aman. Angka 2 (kuning), kadar CO 7-10 ppm; ini zona berbahaya. Angka 3 – 7 (merah) mengindikasikan CO mencapai 11 ppm ke atas, yang berarti tubuh sudah keracunan CO.
Kadar CO di napas berhubungan dengan kadar CO dalam darah (COHb), yang diukur dalam persentase. Makin tinggi CO napas, makin tinggi COHb. Perokok berat bisa memiliki 10% COHb dalam darah. CO terbentuk dari pembakaran senyawa karbon yang tidak sempurna (kurang oksigen dalam pembakaran). Zat ini bisa menyebabkan keracunan pada sistem saraf pusat dan jantung.
CO masuk ke saluran pernapasan dan diserap ke darah melalui paru, lalu dialirkan ke seluruh tubuh. Padahal, seharusnya oksigen (O₂) yang dialirkan ke seluruh tubuh. Sayangnya, daya tarik menarik Hb dengan CO 200-250 kali lebih tinggi dibanding oksigen. Terbentuklah karboksihemoglobin atau carboxyhaemoglobin (COHb), dan kadar oksigen di darah berkurang. Makin tinggi COHb, makin rendah kadar oksigen.
Pada konsentrasi <100 ppm, CO bisa menyebabkan gejala keracunan ringan seperti sakit kepala dan mual. Ketika kadar oksigen berkurang, jantung bekerja keras dengan memompa lebih cepat untuk mengompensasi kebutuhan tubuh akan oksigen. Di sisi lain, jantung mendapat lebih sedikit oksigen dari darah sehingga risiko gangguan jantung meningkat.
Dampak lain berkurangnya oksigen yakni tubuh mudah lelah, konsentrasi menurun dan cepat kehabisan napas saat olahraga. Pada kehamilan, suplai oksigen ke janin berkurang sehingga bayi bisa lahir dengan berat badan rendah atau cacat, bahkan bisa terjadi kematian.
Sekedar informasi, istilah perokok berat tidak ditentukan oleh jumlah batang atau jenis rokok, melainkan seberapa banyak kadar CO yang masuk ke paru, diserap dan didistribusikan oleh darah ke seluruh organ tubuh terutama otak.
Pemeriksaan menggunakan Smokerlyzer, tiap merk rokok “menyumbang” CO yang berbeda. Hasil berbeda juga terlihat pada dua orang yang menghisap 5 batang rokok dari merk yang sama dari pagi hari hingga pukul 12.00 siang; satu orang memiliki kadar CO 59 ppm (>10% COHb), lainnya “hanya” 29 ppm (>5% COHb).
Cukup tekan tombol pada alat, lalu hembuskan napas melalui mouthpiece. Sensor elektrokimia akan mengevaluasi kadar CO dalam napas dan menunjukkan hasilnya melalui lampu indikator. Gunakan maksimal 10 menit setelah rokok terakhir. Dapat digunakan kapan saja, dan usahakan tetap di ”lampu hijau”. (nid)