Kanker paru masih menjadi momok dibanding kanker lain. Pasalnya, kanker ini hampir tanpa gejala. Pasien datang ke dokter pada stadium lanjut. Namun, kabar baiknya, kanker paru termasuk kanker yang pengobatannya berkembang paling pesat. Salah satunya lewat terapi target.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kanker adalah penyebab kematian kedua terbanyak karena penyakit tidak menular; ± 8 juta kematian di seluruh dunia pada 2015. Kanker paru tercatat sebagai penyebab kematian tertinggi pada pria, data Kementerian Kesehatan RI adalah 25,8 kematian per 100.000 penduduk pria.
“Kadang tumor di paru dengan diameter 1 cm tidak terdeteksi lewat foto toraks biasa. Kalau tumor itu tumbuh di sentral paru bisa ada gejala, tapi jika dipinggir, mungkin tidak ada gejala,” papar dr. Elisna Syahruddin, PhD, SpP (K), dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI, Jakarta.
Walau kanker paru kerap kali tidak menimbulkan gejala sampai benjolan (tumor) membesar, modalitas pengobatan untuk mematikan sel kanker ada banyak. Dr. Elisna menambahkan, semakin banyak terapi yang dilakukan, semakin besar harapan hidup penderita.
Baca juga : Batuk Tak Kunjung Sembuh, Gejala Kanker Paru yang Dikira TB
Sebagai informasi, >70% penderita kanker paru adalah jenis bukan sel kecil (non small cell lung cancer / NSCLC). Terapi pada NSCLC meliputi bedah untuk stadium I A/B, bedah diikuti kemoterapi (stadium II A/B), kemoterapi sebelum bedah (stadium III A), dan terapi target / immunotherapy pada stadium III B ke atas.
Terapi target
“Dulu dengan pilihan obat yang tidak spesifik, harapan hidup penderita hanya 10 bulan. Sekarang pengobatan sudah bersifat personalized (disesuaikan per individu), menggunakan kemoterapi atau terapi target. Harapan hidupnya jauh lebih baik,” tambah dokter yang praktek di RSUP Persahabatan, Jakarta itu.
Sebagai cacatan, sel kanker adalah sel ‘nakal’ sekaligus pintar, ia bereplikasi ratusan kali lebih cepat dibanding sel normal, dan ‘menolak’ melakukan program ‘bunuh diri’ alias apoptosis yang ada pada tiap sel. Obat terapi target akan memicu reaksi apoptosis (kematian alamiah) sel kanker.
Terapi target akan menyasar biomarker atau reseptor spesifik yang ada pada sel kanker. Semakin banyak reseptor dalam jaringan makin baik obat itu bekerja. EGFR (epidermal growth factor receptor) adalah salah satu biomarker yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien kanker paru, khususnya jenis adenokarsinoma bukan sel kecil.
Baca juga : Pemeriksaan PD-L1 Untuk Kanker Paru
Terapi target bisa dilakukan untuk pengobatan lini pertama jika ditemukan banyak reseptor dalam jaringan. Sebaliknya jika tidak ada reseptor atau jumlahnya tidak cukup, dilakukan sebagai lini kedua.
Namun sayangnya, dahulu mereka yang mendapatkan pengobatan lini pertama EGFR TKI (tirosine kinase inhibitor) genarasi I dan II mengalami perburukan pada bulan ke 8 – 14, karena terjadi mutasi sekunder (disebut T790M6).
“Saat ini di Indonesia sudah masuk obat EGFR TKI generasi III yang bisa menghalangi kerja T790M. Harapan hidup penderita menjadi jauh lebih lama, karena lebih banyak sel kanker yang dibunuh,” tutup dr. Elisna. (jie)