Bayi mati mendadak saat sedang tidur. Peristiwa seperti itu masih sering terjadi, bukan hanya di pelosok tanah air tetapi di seluruh belahan dunia. Anak balita yang mati mendadak cukup banyak jumlahnya: sekitar 2 juta bayi atau 1 dari 5 bayi pertahun.
Menurut UNICEF – WHO pada tahun 2006, Indonesia adalah negara dengan kejadian “balita mati mendadak” terbesar ke 6 di dunia.
Kematian mendadak yang dialami balita bukan soal mistis, melainkan karena penyakit pneumonia, yaitu peradangan akut (terjadi mendadak) pada jaringan paru (alveoli) akibat infeksi kuman.
Sebanyak 50% pneumonia disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae, 20% oleh Haemophillus influenza tipe B (Hib), sisanya oleh virus dan penyebab lain. Pneumonia berbahaya karena menyebabkan paru-paru tidak bisa mendapatkan oksigen dengan lancar. Anak jadi sulit bernapas dan bisa mati mendadak
Menurut dr. I. Boediman, SpA(K), dari Divisi Respirologi RSCM, “Anak dengan sistem pertahanan tubuh lemah seperti anak gizi buruk karena tidak menerima ASI eksklusif, kekurangan vitamin A dan zinc, menderita campak, berisiko tinggi terkena pneumonia.”
Risiko meningkat pada anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau lahir prematur. Tak lain karena saat lahir, sistem pertahanan tubuh atau sistem pernapasan bayi belum berkembang sempurna.
Gejala pneumonia berupa selesma (common cold) atau yang biasa dianggap flu, seperti batuk, sulit bernapas, demam, nyeri kepala, sulit makan/minum dan tampak lelah. Sayangnya pada bayi, atau semakin muda usia anak, gejala tidak terlihat khas sehingga orangtua atau ibu tidak menyadarinya.
“Awalnya hanya demam, batuk, pilek biasa. Ada yang berlanjut dengan napas cepat dan napas sesak. Bila terdengar ada suara napas tambahan, berarti sudah lampu kuning. Penyakit di saluran napas atas sudah berkembang ke saluran napas bawah. Anak harus segera dibawa ke rumah sakit,” papar dr. Darmawan B. Setyanto, SpA(K), dari UKK Respirologi PP-IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).
Masuk kategori berat bila diikuti kejang, sianosis (kebiruan pada mulut, telapak tangan dan kaki) dan tarikan/cekungan dinding dada bagian bawah (TDD) saat menarik napas. Napas cepat dan TDD adalah respon tubuh, yang berusaha keras mendapatkan oksigen.
Mendeteksi pnemonia, bisa dengan cara menghitung tarikan napas. “Letakkan tangan di dada atau perut anak. Tangan satunya memegang arloji. Bila alam satu menit tarikan napas anak di bawah usia 2 bulan lebih dari 60 kal; 2-12 bulan lebih dari 50 kali dan 1 -5 tahun lebih dari 40 kali, berarti pneumonia,” ujar dr. Darmawan.
ASI ekslusif selama 6 bulan, gizi cukup dan seimbang dapat menghindarkan anak dari penyakit ini. Kemudian, imunisasi terutama DPT, campak, Hib dan IPD. Dan usahakan lingkungan bebas asap (rokok, polusi udara, dll).
Saat kita batuk, tutup mulut dengan tangan dan segera cuci tangan dengan sabun; atau pakai masker. Dengan cara ini, kasus “bayi mati mendadak saat tidur” dapat dihindarkan. (jie)