Tidak jarang penyandang hipertensi sudah patuh berobat, tapi tetap kena stroke. Mengapa bisa demikian? Menurut dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, penyebabnya banyak. Salah satunya, variasi tekanan darah. Sehari-hari, tekanan darah kita bervariasi, karena dipengaruhi oleh ritme sirkadian. “Lonjakan tekanan darah yang terjadi di tengah malam atau dini hari dan tekanan darah yang tinggi di pagi sering terjadi dan merupakan risiko terjadinya stroke,” ungkapnya, dalam siaran pers yang diterima OTC Digest.
Mengetahui variasi tekanan darah tidak cukup hanya dengan pemeriksaan tensi rutin atau kunjungan sesekali ke dokter. Sangat disarankan bagi penyandang hipertensi untuk melakukan pengukuran tekanan darah di rumah (PTDR), yang kini sangat mudah dilakukan dengan tersedianya alat pengukur tensi digital. “Selain untuk mengetahui variasi tekanan darah, PTDR sangat berguna untuk menegakkan diagnosis hipertensi, terutama untuk mendeteksi hipertensi jas putih atau hipertensi palsu, dan deteksi hipertensi terselubung,” terang dr. Eka.
Baca juga: Hipertensi Banyak Jenisnya, “Morning Hypertension” Lebih Berbahaya
Sesuai Konsensus Pelaksanaan Hipertensi oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) pada 2019, diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik mencapai >14 mmHg dan/atau tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan. Ini tidak dihasilkan hanya dalam sekali pemeriksaan. Pemeriksaan tensi dilakukan 2 – 3 kali, dengan jarak 1 -2 menit. Diagnosis hipertensi diambil dari rerata hasil pengukuran kedua pemeriksaan dalam waktu minimal 3 hari atau lebih; sangat dianjurkan selama 7 hari berturut-turut.
Pengukuran pada hari pertama diabaikan dan tidak masuk perhitungan. Selama pengukuran tidak boleh berbicara atau mengobrol, dan sangat dianjurkan menggunakan alat pengukur yang tervalidasi. “Pengukuran dilakukan di lengan, bukan di pergelangan tangan kecuali untuk orang dengan obesitas, bila tidak tersedia ukuran cuff yang sesuai,” jelas dr. Eka. Untuk pencegahan stroke, target tekanan darah pagi hari dengan PTDR yakni <135/85 mmHg.
Baca juga: Perempuan Lebih Rentan Hipertensi dan Pikun
Untuk PTDR sebaiknya dilakukan pada pagi dan malam hari. “Pada pagi hari dilakukan 1 jam setelah bangun tidur, sudah buang air kecil, sebelum sarapan dan sebelum minum obat,” lanjut dr. Eka. Bila berolah raga, istirahatlah dulu 30 menit sebelum mengukur tensi. Di malam hari, lakukan PTDR sebelum tidur. Lakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali setiap pemeriksaan, dengan jarak 1-2 menit.
PTDR bemanfaat untuk memantau tekanan darah pada penyandang hipertensi, baik yang menjalani pengobatan maupun tidak; menilai efektivitas pengobatan; dan sebagai dasar penyesuaian dosis obat. “Dengan PTDR, diharapkan kesadaran pasien terhadap kesehatannya meningkat, sehingga kepatuhan untuk konsumsi obat juga membaik,” imbuhnya.
Baca juga: Daging Kambing Picu Hipertensi, Mitos atau Fakta?
Pengendalian hipertensi sangat penting untuk menghindari stroke, serta mencegah stroke berulang (prevensi sekunder). “Sebanyak 25% stroke merupakan stroke berulang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat anti hipertensi secara bermakna bisa mengurangi risiko stroke, serta stroke berulang untuk pasien pasca stroke dengan tekanan darah >140/90 mmHg,” papar dr. Eka.
Ada beberapa golongan obat antihipertensi yang direkomendasikan untuk pencegahan stroke primer ataupun sekunder karena bisa mengurangi variasi tekanan darah, dan bekerja dalam 24 jam atau lebih. Di antaranya golongan calcium channel blocker (CCB), seperti nifedipine dengan teknologi OROS (osmotic controlled release oral delivery system). Dengan teknologi ini, obat cukup diminum satu sehari, dan pelepasan dosis obat stabil selama 24 jam. (nid)
___________________________________________
Ilustrasi: Image by Steve Buissinne from Pixabay