Pelaksanaan Vaksinasi HPV Butuh Komitmen Pemerintah
vaksin_hpv_kanker_serviks

Pelaksanaan Vaksinasi HPV Butuh Komitmen Pemerintah

Vaksinasi HPV dosis 2 pada siswi SD harusnya telah dilaksanakan November lalu, tapi hingga kini, pelaksanaannya tertunda. Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, Msc., PhD., Sp.A(K) menyayangkan hal ini, “Kalau memang vaksinasi dianggap penting, seharusnya keterlambatan ini tidak terjadi.”

Program vaksinasi pada siswi SD adalah proyek percontohan yang telah dilaksanakan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Manado, dan targetnya disahkan menjadi program nasional tahun ini. Sebagai proyek percontohan, program ini sudah masuk agenda Kementrian Kesehatan. “Kita berharap keterlambatan ini jangan berlarut-larut. Kalau memang sudah masuk program Kementrian Kesehatan, seharusnya ada pergantian mentri atau dirjen, programnya tetap harus jalan sesuai rencana,” tegas Prof. Cissy, berdasarkan siaran pers yang diterima OTC Digest.

Baca juga: Program Vaksinasi HPV Tahun Ini Terhambat, Ini Risiko yang Mungkin Terjadi

  Ditengarai, pelaksanaan vaksinasi HPV tahun ini terhambat karena terjadi perubahan mekanisme pengadaan di internal Kementerian Kesehatan. Ini terungkap pada rapat kerja kementerian kesehatan dengan DPR RI beberapa waktu lalu.

Dijelaskan oleh Anggota Komisi IX dari Fraksi Gerindra ucap drg. Putih Sari, “Kelihatannya ada perubahan kebijakan kebijakan mentri baru yang memengaruhi pelaksanaan program.” Tidak hanya pengadaan vaksin HPV yang tertunda; pengadaan obat pun ikut terpengaruh.

Komisi IX tidak memberi batas waktu pelaksanaan vaksinasi HPV, “Tapi kami akan terus mengawal proyek percontohan ini.” Menurut drg. Putih, pihaknya telah mengingatkan Kementrian Kesehatan agar segera melaksanakan program tersebut. “Kasihan anak-anak kalau vaksinasinya terlambat. Vaksin juga bisa jadi tidak efektif dan mubazir. Jatuhnya buang-buang anggaran,” imbuhnya. Proyek percontohan vaksinasi HPV ditujukan untuk siswi kelas 5 SD/sederajat (dosis 1), dan dosis kedua diberikan satu tahun kemudian saat mereka kelas 6 SD.

Baca juga: HPV Bukan Menyakit Menular Seksual, Vaksin Penting bagi Remaja dan Dewasa

Vaksin HPV bermanfaat untuk mencegah kanker serviks (leher rahim). Seperti diketahui, hampir 100% kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV (Human Papilloma Virus) tipe onkogenik. Dari sekian banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 adalah tipe onkogenik yang paling banyak menyebabkan kanker serviks. Ada pula HPV tipe non onkogenik atau tidak menyebabkan kanker, tapi bisa menyebabkan kutil kelamin, seperti tipe 6 dan 11.

Vaksinasi HPV pada remaja usia 9 – 13 tahun cukup diberikan dalam dua dosis. Teori vaksin secara umum, suntikan pertama bekerja untuk merangsang sistem imun menghasilkan sel memori. Sel memori ini untuk mengingat karakteristik mikroba patogen tertentu, dalam hal ini HPV. Suntikan kedua akan menghasilkan antibodi, sehingga ketika HPV betulan masuk, tubuh sudah siap membasminya.

Sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia WHO, jarak dari dosis pertama ke dosis kedua yakni 6 – 12 bulan. Menurut Prof. Cissy, jarak maksimal masih bisa hinggga 15 bulan. “Artinya, masih ada rentang waktu yang bisa dikejar pemerintah untuk segera melaksanakan vaksinasi,” tegasnya.

Baca juga: Ups! HPV Tidak Hanya Sebabkan Kanker Serviks, tapi Juga Kanker Lain

Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai bagaimana pembentukan antibodi bila vaksinasi lanjutan diberikan melewati batas waktu yang direkomendasikan. “Karena di negara-negara lain keterlambatan seperti ini tidak terjadi,” ucap Prof. Cissy. Amerika Serikat dan Australia telah berhasil menurunkan insiden kanker serviks secara signifikan hingga 75%, sejak program vaksinasi dilaksanakan secara nasional 10 tahun lalu.

Indonesia bisa mengikuti jejak kedua negara tersebut bila vaksinasi HPV dilaksanakan secara nasional, berkesinambungan dengan program deteksi dini kanker serviks menggunakan IVA (inspesksi asam asetat) di Puskesmas.

Jika pemerintah serius ingin menjadikan vaksinasi HPV sebagai program nasional, maka menurut drg. Putih, keberhasilan pelaksanaan proyek percontohan ini menjadi penting. Di sisi lain, evaluasi juga diperlukan. “Jangan sampai seperti beberapa kasus vaksinasi sebelumnya yang sudah ditetapkan nasional, tapi masih banyak masyarakat yang enggan melakukan vaksinasi karena tidak paham,” lanjut drg. Putih. Ini penting agar vaksinasi HPV bisa berjalan efektif begitu ditetapkan menjadi program nasional. “Kalau sudah jadi program nasional, maka sudah menjadi kewajiban. Artinya pemerintah harus bisa menjamin pengadaannya,” pungkas Putih. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Background photo created by freepik - www.freepik.com