Pentingnya Vaksinasi HPV Didorong Jadi Progam Nasional | OTC Digest
vaksinasi_hpv_program_nasional

Pentingnya Vaksinasi HPV Didorong Jadi Progam Nasional

Data di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM)/FK Universitas Indonesia menunjukkan, tiap 1.000 perempuan yang menjalani skrining kanker serviks, ditemukan 1,3 pasien yang positif kanker serviks. Bila diperluas ke seluruh Indonesia, dengan melihat komposisi jumlah penduduk perempuan, bisa diperkirakan terdapat 70.000 penderita kanker serviks di Indonesia. “Dan problem klasiknya di Indonesia, kebanyakan terdeteksi pada stadium lanjut, di mana 94% akan meninggal dalam dua tahun,” ungkap Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K) dalam diskusi “Mendorong Vaksin HPV sebagai Program Vaksinasi Nasional” yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta (19/01/2018).

Menurut Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) ini, vaksinasi HPV sangat mendesak untuk menjadi program nasional. Pasalnya, cakupan skrining atau deteksi dini di Indonesia sangat rendah, hanya 11%. Yakni 4% dengan IVA (inspeksi visual asam asetat) dan 7% dengan pap smear. “Tidak cukup untuk bisa menurunkan insiden kanker serviks. Satu-satunya cara mencegah penyakit ini yakni dengan vaksinasi,” ujarnya.

Di Indonesia, kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan nomor dua setelah kanker payudara. Dampak yang ditimbulkannya terhadap kondisi ekonomi dan sosial pun tidak main-main. Padahal, kanker ini bisa dicegah dengan vaksin. Menyadari hal ini, Komisi IX berupaya keras mendorong agar vaksinasi HPV segera menjadi program nasional.

(Baca juga: Program Vaksinasi HPV Lindungi Siswi SD dari Kanker Serviks)

Apalagi, mengingat tidak semua daerah memiliki fasilitas pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radioterapi. “Pasien dari berbagai daerah dirujuk ke pusat dan kota lain dengan fasilitas tersebut. Akhirnya pasien menumpuk. Daftar tunggu untuk mendapat pengobatan jadi begitu panjang, pasien sudah keburu meninggal,” tutur Irma Chaniago dari Komisi IX DPR. Di Yogyakarta misalnya, daftar tunggu bisa mencapai 1 tahun lebih.

Tahun 2015, Komisi IX mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Kesehatan untuk mengusulkan perlunya vaksin HPV menjadi program nasional, dan semua fraksi setuju. Komisi IX termasuk yang menginisiasi pilot project vaksinasi HPV, yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Tahun ini akan diperluas, ditambah dengan Manado dan Makassar.

“Biaya untuk program vaksinasi nasional tidak sebanding dengan dampak pengobatan penyakitnya,” tandas Irma. Maksudnya, biaya yang dikeluarkan untuk program vaksinasi HPV secara nasional jauh lebih kecil ketimbang yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan. Bila ada 2 juta anak perempuan usia 10 tahun, dengan memperkirakan harga sekali suntik 6 dolar maka hanya dibutuhkan 320 milyar setahun. Bandingkan dengan biaya pengobatan yang bisa menelan puluhan juta Rupiah per orang. Belum lagi rasa sakit dan risiko kematian yang dihadapi pasien, serta dampak sosial-ekonomi bagi keluarganya.

Pilot project yang sudah dijalankan menggunakan vaksin kuadrivalen, yang berisi 4 tipe virus: 6, 11, 16, 18. Dilakukan pada siswi kelas 5 SD/sederajat (usia 10 tahun). “Pernikahan usia dini masih tinggi di Indonesia. Masih banyak yang lulus sekolah langsung menikah. Jadi kita kejar sebelum mereka aktif berhubungan seksual,” papar Prof. Andrijono.

(Baca juga: Tidak Semua Infeksi HPV Menjadi Kanker Serviks)

Keuntungan lain dengan dilakukan di dini (usia 9-14 tahun), vaksinasi cukup dilakukan dengan dua dosis. “Pada perempuan dewasa usia di atas 14 sampai 44 tahun, vaksin diberikan dalam tiga dosis,” terang Prof. Andrijono. Dengan dua dosis, tentu biaya yang dikeluarkan lebih sedikit, dan lebih nyaman bagi anak-anak. Pada usia lebih muda, cukup diberikan dua kali karena respon imun yang terjadi sangat bagus.

Vaksin dua dosis diberikan dengan dengan interval 6-12 bulan dari suntikan pertama ke suntikan kedua. Bila sekarang disuntuk, maka suntikan berikutnya dilakukan pada 6 bulan hingga 12 bulan kemudian. Adapun dengan tiga dosis, jadwalnya yakni 0, 2 dan 6 bulan. Artinya bila sekarang disuntik, dosis berikutnya diberikan dua bulan kemudian, dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah suntikan pertama.

Irma menyayangkan, vaksinasi HPV belum jadi prioritas karena dianggap bukan wabah. “Pemerintah harus lebih peduli pada perempuan Indonesia karena perempuan yang melahirkan tunas-tunas bangsa sebagai penerus bangsa,” pungkasnya. (nid)