Tidak Semua Infeksi HPV Menjadi Kanker Serviks | OTC Digest
kanker_serviks_ngobras

Tidak Semua Infeksi HPV Menjadi Kanker Serviks

Tiap jam, 1-2 orang perempuan di Indonesia meninggal akibat kanker serviks. “Indonesia menduduki peringkat satu dengan jumlah kasus kanker serviks terbanyak di Asia Tenggara,” ujar Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K) dalam diskusi “Mendorong Vaksin HPV sebagai Program Vaksinasi Nasional” yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta (19/01/2018).

Kanker serviks (leher/mulut rahim) disebabkan oleh virus HPV (human papilloma virus). Ada >100 tipe HPV, tapi tidak semuanya menyebabkan kanker. Yang bisa menyebabkan kanker (onkogenik) ada 19 tipe. Tipe onkogenik yang paling sering dijumpai di Indonesia yakni tipe 16 (44%), 18 (39%) dan 52 (14%). Adapun tipe non onkogenik seperti tipe 6 dan 11 tidak menyebabkan kanker, tapi bisa menyebabkan kutil kelamin (kondiloma). Almarhum Dede Koswara yang dikenal sebagai “manusia akar” termasuk yang menderita kutil ekstrim akibat infeksi HPV.  

Pada kasus kanker serviks, HPV utamanya ditularkan melalui hubungan seksual. Awalnya, terjadi infeksi HPV pada sel-sel epitel di membran mukus (selaput lendir) serviks. “Ini disebut pra kanker atau NIS,” terang Prof. Andrijono.

(Baca juga: Pernikahan Dini Tingkatkan Risiko Kanker Serviks)

NIS (neoplasia intraepitel serviks) terdiri dari 3 tahap. Pada NIS 1 (displasia ringan), yang terdampak hanya 1/3 lapisan atas epitel. Displasia adalah pertumbuhan sel abnormal, yang bisa berkembang menjadi kanker. Pada NIS 2 (displasia sedang), displasia sudah mengenai 2/3 lapisan epitel, hingga ke lapisan tengah. Sedangkan pada NIS 3 (displasia berat) atau kanker stadium 0, displasia sudah mencapai hingga lapisan epitel paling bawah (basal). Inilah yang disebut kanker serviks stadium 0; bentuknya masih berupa displasia, belum menjadi sel kanker.

Penyakit berkembang jadi kankser serviks stadium 1 bila sel kanker sudah tumbuh lalu menembus membran epitel dan masuk ke lapisan dermis. “Pada stadium 1 baru bisa muncul gejala. Kalau stadium 0 belum ada gejala,” ujar Prof. Andrijono. Stadium 0 hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat), pap smear, HPV DNA, atau biopsi.

(Baca juga: Pentingnya Vaksinasi HPV Didorong Jadi Program Nasional)

Sekitar 70-80% infeksi HPV akan sembuh dengan sendirinya, jika daya tahan tubuh bagus. Namun sebagian lainnya bisa berkembang jadi lesi pra kanker. Bila ditemukan pada tahap ini, masih bisa diobati dengan tingkat kesembuhan 100%. Bahkan menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention), 60% dari NIS 1 bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan. Perjalanan penyakit hingga menjadi kanker butuh waktu sekitar 10-20 tahun. Ditengarai, hanya 4-5% infeksi HPV yang akhirnya berkembang menjadi kanker serviks.

Karena itu, sebenarnya ada kesempatan besar untuk menemukan penyakit di awal, saat masih tahap NIS. Yakni melalui pencegahan sekunder dengan skrining dan deteksi dini. Namun cakupan skrining di Indonesia hanya sekitar 11%. Vaksin menjadi pencegahan primer yang sangat efektif. “Kanker serviks adalah satu-satunya kanker yang bisa dicegah dengan vaksinasi,” tegas Prof. Andrijono.

Kanker hati juga bisa dicegah dengan vaksinasi (vaksin hepatitis B), tapi hanya yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Sementara itu, banyak hal selain hepatitis B yang bisa menyebabkan kanker hati. Sedangkan kanker serviks, 99,7% disebabkan oleh infeksi HPV tipe onkogenik.

(Baca juga: Vaksin HPV Tidak Sebabkan Menopause Dini)

Vaksin HPV berisi sintetis cangkan virus, yang disebut L1 VLP (virus-like particle). “Vaksin tidak mengandung material (DNA) virus. Tidak menyebabkan infeksi dan tidak menyebabkan kanker,” ujar Prof. Andrijono. Di dalam tubuh, system imun akan mengenali L1 VLP seperti mengenali HPV. Sistem imun pun bereaksi dengan menciptakan memori dan antigen yang spesifik terhadap HPV. Begitu HPV betulan masuk, tubuh sudah siap memeranginya.

Vaksinasi HPV bisa mulai diberikan pada anak perempuan usia 9 tahun. Pilot project vaksinasi HPV telah dilakukan di Jakarta. Yogyakarta dan Surabaya. Menyusul Manado dan Makassar tahun ini. Diharapkan bisa segera menjadi program nasional, untuk melindungi perempuan sejak dini dari HPV, sebelum terekspos hubungan seksual.Di negara-negara yang sudah menjalankan vaksinasi HPV sebagai program nasional selama 10 tahun, terpantau bahwa kejadian pra kanker serviks. Misalnya di Denmark, Kanada, Swedia dan Amerika Serikat, yang turun hingga 80% atau lebih. “Bisa jadi sepuluh tahun lagi HPV sudah hilang, tapi di Indonesia masih ada karena vaksinasi HPV terlambat dijadikan program nasional. Jangan sampai itu terjadi,” pungkas Prof. Andrijono. (nid)