Kenapa Perempuan Lebih Gampang Mengalami Obesitas Dibanding Laki-Laki? | OTC Digest

Kenapa Perempuan Lebih Gampang Mengalami Obesitas Dibanding Laki-Laki?

Pernah melihat beruang mengayuh sepeda mini di pertunjukan sirkus? Yup pertunjukan itu tak pernah gagal mengundang tawa. Di jalan raya kejadian yang mirip sering kita jumpai: orang gemuk mengendarai motor, sehingga motornya terlihat sangat kecil. Sayangnya, walau terlihat lucu, kondisi itu memrihatinkan.

Ya, saat ini dengan gampang kita melihat orang yang mengalami obesitas di sekitar kita, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Itu sebabnya obesitas secara global dianggap sebagai “musuh” bersama dan sedang diperangi.

Jurnal medis Lancet (2014) menulis lebihdari 2,1 miliar orang di dunia kelebihan berat badan; naik 875 juta dari tahun 1980. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 mencatat 21,8% orang dewasa mengalami obesitas. angka ini meningkat dibanding Riskesdas 2013 yang mencapai 14,8%.

Penelitian mencatat lebih banyak perempuan dengan obesitas dibanding laki-laki di negara-negara berkembang. Ini disebabkan mereka harus melakukan tugas rangkap, yakni mengurus keluarga sekaligus bekerja. Sehingga tidak ada waktu untuk mengendalikan berat badan.

Studi The Lancet ini juga menunjukkan, di seluruh dunia proporsi indeks massa tubuh (body mass index/BMI) orang dewasa meningkat pada periode 1980-2013 dari 28,8% menjadi 36,9% untuk laki-laki dan dari 29,8% menjadi 38% pada perempuan. Padahal, BMI normal antara 18,5-25%.

Studi lain dari Organization for Economic Cooperation and Development / OECD tahun 2014 memaparkan bahwa 1 dari 5 anak mengalami kelebihan berat badan/obesitas di negara-negara wilayah OECD. Epidemi ini menyebar dalam 5 tahun terakhir, meningkat 2-3% di Australia, Canada, Perancis, Meksiko, Spanyol dan Swiss.

“Gemuk tidak berarti sehat,” tegas  dr. Benny Santosa, SpPD, dari RS Gading Pluit, Jakarta. Bahkan obesitas menyumbang angka 5% penyebab kematian di seluruh dunia, karena meningkatkan risiko penyakit diabetes mellitus (DM), jantung, stroke dan kanker.

Obesitas menjadi bagian dari sindroma metabolik. Ini adalah kumpulan gejala yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (>130/85 mmHg), trigleserida (minyak dalam darah) melonjak (>150mg/dl), gangguan kontrol gula darah (puasa>100mg/dl), HDL (kolesterol baik) rendah (<40mg/dl) dan mikroalbuminuria (kebocoran protein albumin dari ginjal ke urin) – kesepakatan WHO mengatakan seseorang yang mengalami mikroalbuminuria lebih cepat terkena serangan jantung.  

Sebagaimana diketahui obesitas disebabkan oleh perilaku kurang gerak dan konsumsi makanan tinggi lemak yang berlebihan. Dr. Benny menjelaskan dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapati bahwa ibu yang menonton TV >10 jam sehari berisiko mengalami diabetes 3 x lebih banyak dibanding yang < 10 jam.  DM yang tidak terkontrol memancing trigliserida tinggi, menjadi efek bola salju menuju komplikasi yang lebih berat.  (jie)

Bersambung ke : Berat Badan Ayah Saat Konsepsi Menentukan Apakah Anaknya Nanti Menjadi Obes atau Tidak