terapi gizi pada pasien kanker dengan probiotik

Terapi Gizi untuk Menunjang Pengobatan Kanker, dan Peranan Probiotik dalam Pencegahan

Kanker tidak hanya secara langsung menurunkan kondisi tubuh; pengobatannya pun demikian. Pasca operasi misalnya, penyandang kanker membutuhkan banyak energi untuk penyembuhan luka. Ketika menjalani radioterapi, terutama di area mulut dan leher, kerap terjadi perlukaan di daerah tersebut, membuat penyandang kanker sulit menelan. Adapun kemoterapi, sering kali menimbulkan berbagai keluhan mulai dari mual-muntah, hingga nyeri dan rasa tidak nyaman di seluruh tubuh.

Di Indonesia, kanker payudara dan kanker kolon termasuk dua jenis kanker yang paling banyak terjadi dan menyebabkan kematian. Penyandang kanker membutuhkan asupan makanan yang baik, di samping pengobatan yang dijalani. Di sinilah peranan terapi gizi medis (TGM), yang diatur oleh dietisien atau ahli gizi, bekerja sama dengan tenaga medis lain.

Dijelaskan oleh Martalena Br Purba, MCN, Ph.D dari Instalasi Gizi RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta, diet atau pengaturan pola makan sangat berperan selama pengobatan kanker yang intens dan selama masa penyembuhan. “Pemilihan makanan yang tepat dan gaya hidup sehat sangat membantu proses perbaikan jaringan tubuh,” ungkapnya. Fokus utama diet yaitu untuk memenuhi kebutuhan gizi, meningkatkan well-being dan kesehatan umum, serta mencegah kekambuhan.

 

Terapi Gizi pada Kanker Payudara

 “TGM bertujuan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic terkait kanker payudara, dan mencegah katabolisme seminimal mungkin,” ujar Martalena. TGM juga penting untuk mengurangi keluhan terkait kanker payudara dan pengobatannya melalu adaptasi terhadap pemilihan makanan dan proses makan.

Mereka yang mengalami hipermetabolik ringan membutuhkan asupan energi lebih banyak, yaitu 30 – 35 kkal/kg BBI (berat badan ideal). “Sedangkan mereka yang mengalami hipermetabolik, stress berat dan malabsorbsi yang bermakna, butuh energi lebih banyak lagi yaitu 40 – 45 kkal/kg BBI,” ujar Martalena, dalam Webinar Dietisien yang diselenggarakan PT Yakult Indonesia Persada dan OTC Digest, Sabtu (26/8/2023).

Link Sertifikat Webinar tanggal 26 Agustus 2023

Ia melanjutkan, tambahan protein dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan, regenerasi, dan rehabilitasi. Diperlukan asupan protein sebesar 0,8 – 1 g/kg BBI untuk kebutuhan normal dan pemeliharaan. Bila terjadi kondisi kehilangan protein enteropti, hipermetabolisme, dan wasting (penurunan berat badan) yang ekstrim, asupan protein perlu ditingkatkan menjadi 1,5  - 2,5 b/kg BBI.

Salah satu bahan makanan yang tak kalah penting dibanding protein yaitu pangan nabati. Diet berbasis tumbuhan (plant-based diet) ditengarai mampu mencegah kekambuhan kanker payudara. “Menurut penelitian, makanan nabati menurunkan risiko kanker dan mempercepat pengobatan kanker. Tumbuhan mengandung serat, yang membantu mengurangi pertumbuhan sel kanker,” jelas Martalena.

Pangan nabati juga kaya akan antioksidan, serta mengandung fitokimia. Fitokimia adalah zat kimiawi pada tumbuhan yang memberi warna/pigmen, dan mampu mencegah, menghambat, serta mengurangi risiko berbagai penyakit termasuk kanker.

Sayur jenis cruciferous seperti brokoli, kembang kol, kol, arugula, kale dan bok choy bisa mencegah kanker dengan mendetoksifikasi elemen pemicu kanker, menghambat pertumbuhan sel tumor, dan khusus untuk kanker payudara, sayuran jenis ini juga mengubah aktivitas estrogen sehingga mengurangi risiko terjadinya kanker payudara. “Untuk mencegah kekambuhan kanker, konsumsi 5 – 7 porsi sayuran dan buah setiap hari,” tegas Martalena.

Tak hanya sayuran, pangan nabati juga meliputi biji-bijian dan kacang-kacangan. “Biji rami (flax seed) bisa menghentikan pembentukan dan pertumbuhan tumor,” ujar Martalena. Untuk manfaat optimal, biji rami bisa digiling, dan dicampurkan ke makanan sehari-hari seperti yogurt, oat, dan lain-lain.

Pada prinsipnya, kebutuhan gizi pasien kanker tetap mengikuti Pedoman Gizi Seimbang, dengan penyesuaian seperti yang telah disebutkan. “Tidak ada satu makanan pun yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Semua nutrisi penting, dan saling berkaitan,” tegas Martalena.

Ia juga mengingatkan untuk mencegah kenaikan berat badan berlebih setelah pengobatan, karena jaringan lemak akan memproduksi estrogen lebih banyak, sedangkan estrogen ditengarai meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Utamaknlah sumber lemak sehat yaitu lemak tak jenuh (tunggal dan ganda), seperti alpukat, biji bunga matahari, zaitun dan minyak zaitun, serta ikan yang kaya akan omega-3 dan omega-6.

 

Terapi Gizi pada Kanker Kolorektal

Senada dengan Martalena, Ruliana, SST., MKes., RD juga menyampaikan bahwa terapi medis dan gizi saling berkaitan. “Status gizi yang baik akan mendukung penyembuhan dan keberhasialn terapi medis,” ucap Kepala Instalansi Gizi RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang ini.

Ia mengingatkan, kanker dan pengobatannya kerap menyebabkan malnutrisi lantaran pasien mengalami anoreksia, gangguan penyerapan gizi akibat mual dan muntah, serta kaheksia. “Ini adalah sindrom multi organ, yang ditandai dengan penurunan BB 10%, hilangnya massa otot, dan inflamasi,” terangnya.

Untuk pasien kanker kolon, ada beberapa syarat diet. “Bahan makanan harus mudah dicerna, dan yang sulit dicerna seperti susu segar, sayur, buah mentah, minuman soda, dan rempah tertensu perlu dihindari,” papar Ruli. Agar mudah dicerna, sayur harus dimasak dan dihaluskan terlebih dulu.

Asupan laktosa, serat kasar, makanan/minuman bergas perlu dibatasi untuk menghindari efek kembung, sakit perut, dan diare. “Sumber protein dipilih yang rendah lemak misalnya daging unggas tanpa lemak, ikan laut, dan keju rendah lemak,” jelasnya. Tak kalah penting yaitu asupan antioksidan, vitamin, dan mineral.

Ruli memaparkan, pasien kanker kolon membutuhkan asupan protein sebesar 1,2 – 1,5 g/kg BB/hari, disesuaiakn dengan fungsi ginjalnya. Asupan karbohidrat sangat penting pada masa pra dan pasca operasi. “Penelitian membuktikan pemberian diet tinggi protein sebelum dan sesudah operasi pada pasien kanker kolorektal bisa mencegah malnutrisi, mencegah pembukaan luka pasca operasi, mencegah infeksi, dan mengurangi waktu rawat inap,” paparnya.

Lemak meliputi 25 – 30% dari total kalori, “Dan dapat ditingkatkan pada pasien kanker stadium lanjut yang mengalami penurunan BB.” Adapun asupan karbohidrat yaitu sisa dari perhitungan protein dan lemak. Serat bisa diberikan 20 – 20 gr/hari, atau setara dengan 5 porsi sayur dan buah. Ia mengingatkan pentingnya asupan omega-3 untuk meningkatkan imunitas, mengurangi pemecahan protein lemak dan otot, menurunkan inflamasi, dan sebagai antikatabolik.

Masalahnya, pasien kanker kerap mengalami rasa tidak nyaman di saluran cerna, seperti mual dan muntah. “Pada kondisi seperti ini, disarankan makanan kering seperti cracker. Makanan sebaiknya disajikan dingin atau suhu ruang, dan porsi makan diberikan dalam porsi kecil tapi sering,” tutur Ruli. Hindari makanan yang panas dan pedas, berlemak, atau makanan dengan bau menyengat.

Pada mereka yang mengalami anoreksia atau nafsu makan menurun, makanan bisa disajikan dengan menarik dan bervariasi, serta disajikan dalam porsi kecil. “Makanan tak harus berupa nasi lengkap dengan lauk dan sayur. Kita bisa kreasikan makanan dalam porsi kecil, menarik, dan padat gizi,” ujar Ruli.

Di RSUD Dr. Syaiful Anwar, Ruli dan tim gizi memberikan KAYAZI (makanan kaya gizi) untuk pasien. Makanan disajikan sangat menarik, dengan rasa yang lezat. Misalnya puding keju pandan, puding kentang, dan puding macaroni. “Dalam seporsi kecil puding, sudah terkandung nutrisi lengkap, serta tinggi serat dan antioksidan. Pada puding tertentu, kami tambahkan Yakult sebagai sumber probiotik, untuk merangsang pertumbuhan bakteri baik di usus,” jelas Ruli.

 

Peranan Probiotik dalam Pencegahan Kanker

Siapa sangka, profil mikrobiota usus ternyata turut berpengaruh dalam memicu kanker. “Bakteri pembusuk dan patogen bisa memicu gangguan kesehatan dengan menghasilkan zat berbahaya terang Ni Putu Desy Aryantini, S.KM., M.AFH., Ph.D dari PR Science PT Yakult Indonesia Persada. Zat-zat tersebut dalam jangka panjang bisa memicu berbagai gangguan, termasuk di antaranya kanker.

Desy menjelaskan, disbiosis atau ketidakseimbangan mikrobiota usus di mana populasi bakteri patogen mendominasi, turut berperan dalam perkembangan dan progresi kanker. “Mikrobiota usus memengaruhi pathogenesis kanker dan metabolisme obat kemoterapi,” ujarnya.

Sebaliknya, bakteri komensal di lumen usus berinteraksi dengan sel epitel untuk membangun sistem pertahanan di usus. Bakteri bermanfaat ini akan mendukung fungsi sel epitel untuk menyerap nutrisi, memproduksi zat antimikroba, memproduksi mukus (lendir), memproduksi hormon, hingga memodulasi imunitas tubuh melalui sel M dan jaringan Payer’s patches.

Sel NK adalah bagian dari sistem imun yang berperan untuk membasmi sel kanker. Seiring pertambahan usia, aktivitas sel NK cenderung menurun. Penelitian oleh Imai K, dkk (2000) terhadap 3.500 orang usia >40 tahun menemukan, “Insiden kanker lebih tinggi pada mereka dengan aktivitas sel NK yang rendah. Konsumsi probiotik secara rutin terbukti mampu memodulasi sistem imun, termasuk meningkatkan aktivitas sel NK.

Penelitian Dong H, dkk (2013) melibatkan 30 relawan lansia sehat. Ditemukan bahwa konsumsi susu fermentasi mengandung L. casei Shirota strain mampu membantu meningkatkan aktivitas sel NK.

Terkait kanker payudara, dilakukan sebuah studi pada perempuan usia 40 – 55 tahun di Jepang, oleh Toi M, dkk (2013). Dalam studi kasus-kontrol berbasis populasi ini, sebanyak 306 pasien kanker dan 662 orang sehat diminta untuk mengisi kuisioner terkait gaya hidup dan konsumsi probiotik sejak remaja. “Berdasarkan analisis kuisioner, ditemukan bahwa kasus kanker payudara ditemukan lebih rendah pada mereka yang mengonsumsi minuman mengandung  L. casei Shirota strain” ungkap Desy.

Bagaimana dengan kanker kolorektal? Penelitian terhadap hal ini pun telah dilakukan oleh Ishikawa H, dkk (2005). Sebanyak 380 orang yang pernah menjalani operasi pengangkatan tumor kolorektal disertakan dalam penelitian. Mereka dibagi secara acak; sebanyak 188 orang tidak mendapat L. casei Shirota strain, dan 192 mendapat L. casei Shirota strain secara rutin. Setelah 4 tahun, kejadian tumor atypia, jauh lebih rendah pada kelompok yang mendapat L. casei Shirota strain. (nid)

___________________________________________________

Ilustrasi: Freepik