Pasien Kanker Butuh Lemak Lebih Banyak | OTC Digest

Pasien Kanker Butuh Lemak Lebih Banyak

Pasien kanker membutuhkan asupan lemak lebih banyak ketimbang orang biasa. Ini diungkapkan oleh Dr. dr. Fiastuti Witjaksono MSc, MS, Sp.GK, Ketua Dept. Ilmu Gizi FK Universitas Indonesia, Jakarta, dalam  bincang-bincang yang diselenggarakan oleh Fresenius Kabi Indonesia dan Group Apotek K-24 di Jakarta (29 Agustus 2017). “Sel kanker hanya bisa menggunakan glukosa/karbohidrat sebagai sumber energi,” terangnya. Berbeda dengan sel sehat, yang juga bisa mengubah lemak menjadi energi bila asupan karbohidrat terbatas. “Maka bila asupan lemak dinaikkan, sel normal bisa tumbuh, sedangkan sel kanker tidak. Itu yang kita inginkan,” imbuh Dr. dr. Fiastuti.

Secara umum, pasien kanker membutuhkan asupan nutrisi 150%, atau 50% lebih banyak dari orang sehat. Untuk komposisi lemak, orang normal cukup mengonsumsi 30% lemak dari total asupan nutrisi harian. Sedangkan pada pasien kanker, lemak bisa ditingkatkan menjadi 40%. Yang dianjurkan, tentu lebih banyak komposisi dari lemak tak jenuh, baik ganda maupun tunggal. Utamanya omega-3, yang merupakan lemak tak jenuh ganda atau PUFA (poly-unsaturated fatty acid).

“Omega-3 bersifat antiinflamasi, meningkatkan sistem imun, dan memiliki anti katabolik,” jelas Dr. dr. Fiastuti. Katabolic adalah kondisi hilangnya lemak dan otot. Dengan efek anti katabolik dari omega-3, kondisi merugikan tersebut bisa dicegah/dihentikan. Studi membuktikan, omega-3 meningkatkan efikasi (keampuhan) dari kemoterapi lini pertama, dengan rerata konsumsi hingga 2 gr/kg berat badan per hari. Omega-3 banyak terdapat pada ikan laut dalam seperti tuna, tongkol, salmon dan ikan kembung.

Asupan protein juga perlu ditambah karena zat gizi ini penting untuk mengganti sel-sel yang rusak akibat terapi. Selain itu, sel kanker menipiskan otot. Asupan protein mutlak diperlukan agar massa otot bisa terjaga. Selain itu, cairan harus tercukupi.

Tata cara pemberian nutrisi pun harus diperhatikan. Pilihan pertama adalah oral atau makanan yang diberikan melalui mulut. “Tapi ada syaratnya; kebutuhan nutrisi harus terpenuhi. Kalau melalui oral hanya 1/5 porsi  dari yang harusnya dimakan, atau selama satu minggu makannya kurang dari 40% kebutuhan, berarti tidak terpenuhi,” tutur Dr. dr. Fiastuti. Maka bisa ditambah dengan makanan cair khusus padat kalori, yang memang diformulasikan untuk pasien kanker.

Bila benar-benar sulit menerima makanan melalui oral (mulut), maka bisa dipikirkan melalui nasoenteral. Yakni dimasukkan pipa melalui hidung ke lambung (nasogastric tube), atau dari hidung ke lambung (nasointestinal). “Tidak perlu nafsu makan, tidak perlu mengunyah, makanan langsung masuk ke lambung,” terangnya. Metode ini bisa ditempuh bila pemberiannya jangka pendek, kurang dari 6 minggu. Untuk jangka panjang (>6 minggu), lebih praktis bila menggunakan pipa permanen, yang dipasang dari kulit langsung ke perut.

Bagaimana bila melalui oral maupun enteral tidak bisa? “Kita berikan makanan lewat parenteral (infus),” ujar Dr. dr. Fiastuti. Parenteral juga dilakukan bilsa saluran cerna tidak berfungsi, “Ini pilihan terakhir.”

Ia melanjutkan, nutrisi adalah bagian penting untuk menjalani terapi, pemulihan, remisi, dan mencegah kekambuhan. Sementara itu, umumnya pasien susah makan atau selera makannya berkurang. Kemampuan pengecapan berkurang, mulut kering, sakit saat menelan dan mual-muntah. Jangankan mencukupi 150%; masuk 100% saja sulit. Untuk itu selama menjalani terapi, tidak perlu ada pembatasan; biarkan pasien makan apa saja. “Makanan apapun yang disukainya boleh,” tegas Dr. dr. Fiastuti. (nid)

 

Baca juga: Penting, Terapi Nutrisi untuk Pasien Kanker