Hipertensi, Faktor Risiko Demensia | OTC Digest

Hipertensi, Faktor Risiko Demensia

Hipertensi atau tekanan darah tinggi kian menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, penderita hipertensi di Indonesia mencapai 25,8%. Hipertensi ditandai dengan tekanan darah >140/90 mmHg. “Yang ditakutkan adalah dampak dari hipertensi. Tekanan darah yang tinggi akan berpengaruh terhadap organ-organ tubuh lain, seperti otak dan jantung,” ucap dr. Arieska Ann Soenarta, Sp.JP, FIHA, FASCC, salah seorang dokter yang ikut mendirikan InaSH (Indonesian Society of Hypertension).

Riskesdas 2013 juga menyebutkan, hipertensi menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak pada usia 55 tahun ke atas. Secara rinci, hipertensi diderita 45,9% kelompok usia 55-64 tahun, 57,6% pada kelompok usia 65-74 tahun, dan 63,8% pada usia >75 tahun. Penyakit lain yang masuk 10 besar yakni stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung dan gagal ginjal; kesemuanya faktor risiko utamanya adalah hipertensi.

Hipertensi sering tidak bergejala, hingga sulit dikenali atau dideteksi secara dini. Karena merasa sehat, penderita tekanan darah tinggi tidak mendapat pengobatan yang sesuai. Pengaruh hipertensi ke organ vital otak, selain stroke adalah demensia. “Hipertensi dan demensia seperti anak kembar. Saat usia bertambah, risiko terhadap hipertensi dan demensia ikut meningkat,” ujar Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S, pakar neurologi yang mengajar di FK Universitas Atma Jaya, Jakarta, dan praktik di RS Pantai Indah Kapuk.

Ada anggapan, untuk terjadinya demensia atau gangguan kognitif, biasanya lebih dulu diawali dengan serangtan stroke. Yang betul, “Demensia bisa terjadi tanpa harus stroke. Pasien hipertensi yang tadinya baik-baik saja, bisa mulai pikun,” lanjutnya.

Hipertensi bisa menyebabkan demensia atau mengganggu fungsi kognitif melalui tiga cara: stroke, atrofi (mengecilnya bagian tubuh) dan stroke yang tidak kentara (silent stroke). Ketiganya saling berhubungan, dan bisa memengaruhi satu sama lain. Akibat hipertensi, terjadi perubahan pada struktur dan fungsi pembuluh darah otak. Kerusakan bisa terjadi pada daerah white matter di otak, yang sangat penting untuk fungsi kognitif. Maka,risiko Alzheimer pun muncul. “Yang pasti, akibat hipertensi akan terjadi gangguan aliran darah, sehingga banyak daerah di otak yang kekurangan oksigen. Kemudian, terjadi perubahan struktur sel,” papar Dr. dr. Yuda.

 

Perempuan lebih rentan

Dari rerata 25,8% kasus hipertensi di Indonesia secara umum, pada perempuan angkanya lebih tinggi yakni 28,8%, sedangkan pada laki-laki 22,8%. Sedangkan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, prevalensi hipertensi pada perempuan mencapai 15,5%, dan laki-laki ‘hanya’ 12,2%. Diperkirakan, prevalensi hipertensi di dunia meningkat 13%, sepanjang tahun 2000-2025.

Usia harapan hidup perempuan lebih panjang ketimbang laki-laki, dengan segala konsekuensi penyakit yang kerap muncul di usia lanjut. Termasuk hipertensi dan komplikasinya. Dua titik penting dalam kehidupan perempuan yakni kehamilan dan menopause, turut membuat perempuan lebih rentan mengalami penyakit kardiovaskular.

Saat hamil, perempuan yang mengalami pre/eklamsia lebih berisiko mengalami gangguan kardiovaskular di kemudian hari. Sedangkan saat menopause, penurunan kadar estrogen dalam tubuh membuat sel-sel endotel (dinding pembuluh darah) rusak. “Kerusakan ini mencetuskan terbentuknya plak; bisa terjadi stroke dan serangan jantung,” terang dr. Ann. Ditengarai, prevalensi hipertensi mendekati 60% pada perempuan usia >65 tahun. Saat menopause, estrogen turun dengan drastis sehingga tubuh ‘kaget’. Berbeda dengan laki-laki, di mana testosteron turun dengan perlahan saat usia makin lanjut.

Secara umum, laki-laki memiliki faktor risiko dan prevalensi kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding perempuan. “Namun, untuk gangguan yang cukup berat, lebih banyak terjadi pada perempuan. Stroke lebih banyak pada laki-laki, tapi keparahannya lebih berat pada perempuan,” ucap Dr. dr. Yuda.

Sebuah studi menunjukkan bahwa prevalensi demensia pada orang dengan hipertensi mencapai 22%. Sementara itu, 50% penderita stroke mengalami gangguan kognitif. “Bila perempuan yang menderita hipertensi kena serangan stroke, risikonya mengalami demensia naik hampir dua kali lipat dibanding laki-laki,” katanya. Risiko perempuan mencapai 7x, sedangkan laki-laki 4x. Rendahnya penghasilan berkorelasi dengan demensia pada perempuan usia lanjut.

Secara anatomi, fungsi dan biokimia otak perempuan dengan laki-laki berbeda. Bisa jadi, semua perbedaan ini turut memengaruhi kerentanan otak perempuan terhadap dampak dari hipertensi. “Hipertensi yang tidak terkontrol di usia muda pada perempuan, akan menjadi faktor risiko demensia di usia lanjut tanpa harus terjadi stroke,” tandas Dr. dr. Yuda.

 

Bersambung ke: Mengatasi Hipertensi, Mencegah Demensia