Mengatasi Hipertensi, Mencegah Demensia | OTC Digest

Mengatasi Hipertensi, Mencegah Demensia

“Tekanan darah turun 2 mmHg, mortalitas akibat stroke bisa turun 10%,” ucap dr. Arieska Ann Soenarta, Sp.JP, FIHA, FASCC. Hipertensi sering disebut silent killer karena seringnya tidak menimbulkan gejala apa pun. Pada perempuan, gejalanya bisa lebih tidak terasa. Apalagi, perempuan umumnya kurang memperhatikan kesehatan diri sendiri, karena lebih mementingkan kesehatan anak-anak dan suami. “Jangan sekali-kali mengabaikan tekanan darah; harus diawasi terus. Perempuan perlu menyayangi diri sendiri. Bukannya egois. Kalau ada apa-apa, seluruh keluarga akan menderita,” imbuhnya.

Sebanyak 2/3 hipertensi pada perempuan tidak terkontrol. Penderita hipertensi harus minum obat seumur hidup, agar tensi darah terkontrol. Untuk bisa menemukan obat dosis yang tepat, perlu konsultasi ke dokter dan perlu dilakukan beberapa kali kunjungan. Dokter akan mengevaluasi obat yang diberikan, bagaimana efeknya dan apa efek samping obat. Setelah ditemukan obat dan dosis yang sesuai, tetap perlu kontrol ke dokter untuk dimonitor. Kondisi manusia berubah dari waktu ke waktu; mungkin perlu penyesuaian dosis obat di kemudian hari.

Selain obat-obatan perlu dilakukan perbaikan gaya hidup. Diungkapkan oleh Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S, faktor utama yang menghubungkan hipertensi dengan perempuan menopause adalah berat badan (BB). “Membicarakan berat badan, maka kembarannya adalah perubahan gaya hidup,” tegasnya. Bukan mengangalkan obat untuk menurunkan BB, “Melainkan bagaimana agar berat badan tidak naik, dengan memperbaiki gaya hidup.”

Tentunya, ini terkait erat dengan  pola makan dan latihan fisik. Asupan GGL (garam, gula, lemak) perlu dibatasi. Sebaliknya makanan tinggi serat seperti sayur, buah, biji-bijian dan kacang-kacangan diperbanyak.

American Heart Association (AHA) merekomendasikan tidak lebih dari 2.300 mg garam /hari, yang setara dengan 1 sendok teh garam. Idealnya, konsumsi garam dibatasi 1.500 gr/hari untuk mayoritas orang dewasa. Perlu membatasi makanan yang diproses, makanan siap saji dan makanan dari restoran; makanan yang sangat tinggi garam merupakan penyumbang utama tingginya konsumsi garam di Amerika Serikat.

Untuk lemak, AHA merekomendasikan konsumsi sumber lemak sehat (lemak tidak jenuh tunggal dan ganda) seperti ikan,  kacang-kacangan dan minyak nabari hingga 25-35%, dari asupan kalori total dalam sehari. Lemak tidak sehat (lemak jenuh dan lemak trans) harus lebih sedikit. Untuk lemak jenuh cukup 7% atau rerata sekitar 16 gr/hari, dan lemak trans <1%. Sumber lemak jenuh misalnya santan, krim, lemak pada daging dan kulit unggas. Membatasi lemak juga berarti meminimalkan faktor risiko untuk kejadian kardiovaskular.

Adapun gula, rekomendasi terbaru dari AHA yakni 37,5 gr (9 sendok teh)/hari pada laki-laki, dan 25 gr (6 sendok teh)/hari pada perempuan. Perhatikan juga sumber gula ‘tersembunyi’ misalnya makanan yang banyak mengandung tepung terigu seperti kue, biskuit, atau perkedel kentang /jagung.

“Selain pola makan, latihan fisik penting dilakukan. Cukup 30 menit sehari, lima kali seminggu, secara teratur,” ucap dr. Ann. Lebih dari ini lebih bagus, tentunya tergantung kemampuan masing-masing orang. Terutama bila usia >40 tahun baru mau memulai olahraga, apalagi kalau sudah ada hipertensi. Pada kondisi seperti ini, dr. Ann menganjurkan untuk melakukan uji treadmill lebih dulu.

Ada kalanya tensi waktu beristirahat bagus, tapi melonjak naik saat melakukan latihan fisik. Pada usia >40, pembuluh darah di otak mulai agak rapuh, “Kalau tensi naik terus, pembuluh darah bisa pecah, dan terjadi stroke. Ini yang dipantau dengan uji treadmill.” Mulailah latihan dengan yang ringan dan tingkatkan secara bertahap.

Jaga kestabilan berat badan (BB), turunkan bila sudah kegemukan/obes. Dan, berhenti merokok. Lakukan cek kesehatan keseluruhan secara rutin. “Orang dengan hipertensi jangan hanya memikirkan tensinya. Cek juga apakah ada kolesterol tinggi, diabetes dan lain-lain,” tandas dr. Ann. Ini semua untuk mengurangi faktor risiko seminimal mungkin, sehingga demensia bisa dicegah.

Usahakan untuk tetap aktif, secara fisik maupun kognitif. Banyak berpikir, membaca dan menulis akan merangsang aktivitas otak, dan ditengarai bisa memperlambat munculnya demensia. Seorang ahli kesehatan di Inggris menyaakan, Margaret Thatcher mungkin akan menderita demensia lebih cepat bila ia tidak menjadi Perdana Menteri.

Pengobatan hipertensi pada perempuan, tentunya harus mempertimbangkan faktor-faktor unik. Termasuk di antaranya usia menars (pertama kali haid), kondisi PMS (pre menstrual syndrome), kehamilan dan menyusui, hingga penggunaan kontrasepsi oral. Utarakan kepada dokter kondisi Anda sedetil mungkin. Hal ini akan membantu dokter memilih obat yang paling cocok, sekaligus mempertimbangkan interaksi dan efek samping obat terhadap kondisi-kondisi khusus tersebut.

Meningkatnya usia harapan hidup patut kita syukuri. Tentunya adalah  usia lanjut yang sehat dan tidak demensia. Untuk mencapai hal ini, antisipasi perlu dilakukan sejak usia 30-an. Dengan demikian, “Faktor risiko apapun yang bisa mengganggu kesehatan di usia lanjut, khususnya fungsi kognitif, bisa diatasi sejak muda,” pungkas Dr. dr. Yuda. (nid)