Cegah Kepikunan dengan Interaksi Sosial | OTC Digest

Cegah Kepikunan dengan Interaksi Sosial

Demensia atau pikun bisa terjadi pada setiap orang saat kita menjadi tua. Namun seberapa cepat seseorang menjadi pikun berbeda.

Infestasi otak adalah bagaimana kita menjaga fungsi otak tetap optimal, sehingga kita bisa tetap produktif. Demensia erat hubungannya dengan gaya hidup tidak sehat yang dilakukan sejak masa muda.

Sejak usia 30 tahun sebenarnya mulai terjadi penurunan fungsi organ, termasuk di otak. Memasuki usia lanjut (> 60 tahun), penurunan fungsi organ terjadi lebih cepat. Khusus pada otak jumlah sel otak (neuron) di area hipokampus dan amigdala berkurang, dibarengi dengan berkurangnya serabut saraf yang menyebabkan hantaran listrik antar sinaps otak melambat.

Terjadi penurunan volume otak (atrofi), perluasan area ‘mati’ di otak dan penebalan selaput pembungkus otak  (disebut serabut saraf spinal). Hal-hal tersebut antara lain menyebabkan penurunan memori jangka pendek (short-term memory) dan perubahan gaya berjalan, langkah pendek dan condong ke depan.

Menurut Dr. dr. Yuda Turana, SpS, Dekan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UNIKA Atma Jaya, Jakarta, dua orang lansia dengan usia yang sama belum tentu memiliki ukuran hipokampus yang sama pula. Hipokampus adalah area otak yang berfungsi mengatur fungsi memori dan kemampuan belajar.

Besar kecilnya penyusutan hipokampus dipengaruhi oleh banyak hal. Beberapa hal bisa dilakukan untuk mengambat kecepatan kerusakan otak sehingga menyebabkan demensia :

Pola makan

Mungkin terdengar klasik, tetapi dijelaskan oleh dr. Rensa SpPD-KGer, spesialis geriatri di RS Atma Jaya, Jakarta, hipertensi meningkatkan risiko stroke dan demensia di kemudian hari. Penurunan fungsi kognitif dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosa hipertensi.

“Survei di RS Atma Jaya dari pada tahun 2018 – 2019 pada 131 lansia melihat bahwa hipertensi adalah penyakit yang paling banyak (23,7%) diderita lansia. Disusul diabetes melitus (13%), pneumonia (11,5%) dan jantung koroner (10,7%),” kata dr. Rensa.

Studi oleh Albai O, dkk., tahun 2019 juga menyatakan sekitar 40% pasien diabetes melitus mengalami penurunan fungsi kognitif ringan, ini adalah kondisi prademensia.

Sehingga sangat dianjurkan untuk menjaga pola makan, terutama rendah gula, garam dan lemak sejak muda. Penting pula untuk berhenti merokok. Rokok bisa menyebabkan penyempitan pembuluh darah,yang berisiko mengakibatkan hipertensi.

Aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik yang teratur meningkatkan risiko penyakit jantung, kelebihan berat badan dan diabetes tipe 2, yang semuanya merupakan faktor risiko demensia. Orang tua yang tidak berolahraga juga lebih cenderung memiliki masalah dengan ingatan atau berpikir.

Dianjurkan untuk melakukan aktivitas aerobik intensitas sedang selama 150 menit per minggu, seperti jalan cepat, bersepeda, atau berenang. Anda juga bisa melakukan latihan penguatan otot dua kali seminggu, seperti yoga atau berkebun.

Interaksi sosial

Dengan kemajuan teknologi, interaksi dengan orang lain bisa dilakukan melalui gawai. Ini sudah lazim. Namun untuk mencegah kepikunan, interaksi sosial yang dimaksud adalah tatap muka dengan orang lain.

“Di sini yang dimaksud dengan pertemanan adalah secara fisik, mereka saling mendukung antarkeluarga, teman atau tetangga.

“Pada penelitian yang dilakukan dalam periode panjang membuktikan, lansia yang interaksi sosialnya sedikit penurunan fungsi kognitifnya cenderung lebih cepat. Pada penelitian itu yang termasuk aktivitas sosial seperti rekreasi, makan di luar dan bertemu dengan teman.

“Baik pada lansia sehat atau yang mengalami demensia memang terjadi penurunan fungsi kognitif. Bedanya, pada lansia sehat penurunannya landai, sementara pada lansia demensia penurunannya cepat. Kesimpulannya aktivitas sosial penting untuk memperlambat penurunan kognitif,” terang dr. Yuda. (jie)

Baca juga : Deteksi Prademensia Lewat Bau